WahanaNews.co | Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan, tidak ada unsur yang bisa menguatkan adanya pelanggaran HAM berat atas
peristiwa Km 50 yang menewaskan enam Laskar Front Pembela Islam (FPI).
Komisioner Penindakan dan Pemantauan Komnas HAM, M Choirul Anam,
menjelaskan, dalam pengungkapan kasus Km 50 ini, pihaknya membuka secara rinci kepada publik.
Baca Juga:
Tragedi KM50, Pakar Menilai Harusnya Ipda Yusmin dan Briptu Fikri Dituntut 15 Tahun
"Semua fakta saya beberin, semua rangkaian
peristiwa dan kontruksi peristiwanya juga kami beberin, kami tidak mau terjebak pada ini pelanggaran HAM ataukah pelanggaran HAM yang berat. Sejak awal kayak begitu. Tapi ketika kami temukan semuanya rangkaian dan lain
sebagainya, ternyata oh ini nggak bisa kalau dikatakan sebagai
pelanggaran HAM berat," kata M Choirul Anam di Komnas HAM, Rabu (10/3/2021).
Anam menjelaskan, berdasarkan beberapa
bukti, salah satunya 130.000 video CCTV dari Jasa Marga, anggota polisi yang
terlibat dalam kasus Km 50 tidak mempunyai atensi untuk menghilangkan nyawa
para anggota Laskar FPI.
Kata dia, keterangan yang didapat
oleh Komnas HAM, jarak antara polisi dengan anggota Laskar FPI cukup jauh.
Baca Juga:
Viral Ancaman Bahar bin Smith: Khianati Habib Rizieq, Saya Habisi Kalian!
Namun, para anggota Laskar FPI justru menunggu anggota polisi tersebut datang, hingga kemudian terjadi
insiden Km 50 yang menewaskan setidaknya enam orang.
"Teman-teman FPI jaraknya jauh. Tapi
dengan jarak yang jauh itu, tidak menggunakan kesempatannya untuk menghindari
kejaran kepolisian, malah menunggu, gitu. Sehingga, terjadilah serentetan peristiwa, mulai dari serempet
menyerempet, sampai ke Km 50," kata dia.
"Lah
itu keterangannya siapa? Keterangan dari mereka sendiri, dan juga ada di voice note. Coba dengarkan keterangan
rekaman divoice note. Menceritakan itu gara-gara kami mendengarkan voice note-nya kayak begitu, kami cek ke yang ngomong, yang masih hidup, yang ada dalam rekaman
voice note-nya. Kami cek, bener enggak ada rekaman
ini. Bener nggak? Iya ini saya, yang nomong ini, maksudnya ini, maknanya ini, dan sebagainya," kata dia.
Anam juga menjelaskan, peristiwa Km 50 itu tidak akan pernah terjadi kalau anggota FPI tidak menunggu para
polisi.
"Kalau dalam konteks pidana, misalnya, ini pidana biasa saja, apakah ada satu niatan untuk melakukan
pembunuhan sejak awal? Mungkin nggak terjadi kalau enggak ditunggu.
Enggak mungkin," tuturnya.
"Sehingga, kalau dikatakan
kematian itu dalam konteks pelanggaran HAM yang berat, menurut saya terlalu
jauh," kata Anam.
Tapi, kata Anam, ini
konstruksi yang dibangun oleh Komnas HAM, sehingga kalau ada orang lain membangun
konstruksinya sendiri, termasuk TP3, itu sah-sah.
"Asalkan untuk kepentingan publik
luas. Bukan semata-mata untuk penegakkan hukum, tapi juga untuk publik luas, agar tahu kebenarannya seperti apa. Kalau enggak, ya kasihan
publik," kata dia. [dhn]