WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook menyeret nama mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim ke kursi tersangka dan menjadi sorotan publik karena dianggap membuka rapuhnya koordinasi dalam pemerintahan.
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Febby Mutiara Nelson, menilai perkara tersebut menunjukkan kerentanan mendasar dalam sistem pengadaan serta lemahnya akuntabilitas pemerintah.
Baca Juga:
Hamid Rahayaan: Presiden Subianto Mesti Tindak Korupsi Hingga ke Daerah tanpa Pandang Bulu
“Ini menekankan betapa rapuhnya sistem pengadaan dan akuntabilitas di pemerintah, yang membuat pola kasus seperti ini terus berulang,” kata Febby, Jumat (5/9/2025).
Febby menambahkan bahwa kasus ini memperlihatkan persoalan bukan hanya pada individu pejabat, melainkan juga kelemahan struktur dan mekanisme pengawasan sehingga membuka celah korupsi.
“Kejadian ini menunjukkan adanya kelemahan koordinasi dan lemahnya sistem check and balance di internal pemerintah,” ujarnya.
Baca Juga:
Hamid Rahayaan: Lemah Penegakkan Hukum di Maluku, Kasus Wagub Abdullah Vanath Amburat
Dengan kondisi tersebut, Febby menilai wajar bila praktik penyimpangan pengadaan terus bermunculan, meski pemerintahan berganti atau kebijakan diperbarui.
Kejaksaan Agung pada Jumat (5/9/2025) resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook untuk Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019–2022.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Nurcahyo Jungkung Madyo, mengatakan penetapan dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti cukup mengenai keterlibatan Nadiem.
Usai ditetapkan tersangka, Nadiem langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.
Nadiem menjadi tersangka kelima setelah empat nama sebelumnya yakni:
Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah tahun 2020–2021.
Mulyatsyah, Direktur SMP Kemendikbudristek tahun 2020.
Jurist Tan, Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Nadiem, kini berstatus buron dan masuk DPO Kejagung.
Ibrahim Arief, konsultan perorangan untuk rancangan perbaikan infrastruktur teknologi manajemen sumber daya sekolah di Kemendikbudristek.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Nurcahyo, mengungkapkan salah satu alasan Nadiem ditetapkan sebagai tersangka adalah penerbitan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan yang dianggap melanggar dua Peraturan Presiden dan aturan LKPP.
“NAM (Nadiem) telah menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021 yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi Chrome OS,” kata Nurcahyo.
Ketentuan tersebut dinilai melanggar Perpres Nomor 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun Anggaran 2021, Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, serta Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 yang diubah dengan Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sebelum menerbitkan aturan itu, Nadiem diketahui sempat bertemu pihak Google Indonesia untuk membicarakan produk “Google Education” yang mengusung penggunaan Chromebook bagi pembelajaran siswa.
Kesepakatan penggunaan Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) kemudian dilanjutkan dalam pertemuan daring bersama jajaran Kemendikbudristek pada 6 Mei 2020, yang juga diikuti Jurist Tan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]