WahanaNews.co | Penyidik Subdit V Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB telah menetapkan Kader Partai Demokrat NTB yang juga Sekretaris Wilayah Pemuda Pancasila NTB, M. Fihiruddin sebagai tersangka tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Merespons penetapan tersangka tersebut, Fihiruddin yang juga menjabat Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Logis itu membantah telah melakukan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Baca Juga:
Kasus IWAS di NTB, Komnas Perempuan Minta Polisi Terapkan UU TPKS
“Saya tidak pernah menuding, mencemarkan nama baik, atau menyebar berita bohong. Apa yang saya sampaikan di grup WhatsApp hanya pertanyaan, dan itu membutuhkan jawaban,” ungkap Fihiruddin pada WahanaNews.co, Rabu (28/12/2022).
Firihuddin merasa heran jika kemudian pertanyaan yang dia ajukan melebar ke ranah hukum.
Kasus ini mencuat lantaran terlapor Fihiruddin bertanya pada pimpinan DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda terkait sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB yang diduga positif menggunakan narkotika jenis sabu saat kunjungan kerja ke luar daerah.
Baca Juga:
Soroti Kasus Agus NTB, Hotman Paris: Disabilitas Bukan Jaminan Bebas dari Tuduhan
Berdasarkan pernyataan Fihiruddin tersebut, pimpinan DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda melapor ke APH (Kepolisian) pada Selasa, 18 Oktober 2022 dengan dugaan pencemaran nama baik dan disangkakan melanggar UU ITE.
Dua hari setelah menyampaikan pertanyaan itu, Fihiruddin mendapatkan somasi dan permintaan klarifikasi.
“Tetapi somasi itu tidak saya indahkan, karena seharusnya pertanyaan saya itu bukan mendapatkan somasi, melainkan mendapatkan jawaban,” ungkapnya.
Firihuddin menyebut, pihaknya sudah berkoordinasi dengan ahli bahasa dan ahli ITE.
“Disampaikan Profesor Teguh Apriadi dari Kemenkominfo, kalimat saya itu adalah kalimat bertanya yang membutuhkan jawaban. Ini sependapat dengan pernyataan Syamsul Hidayat dari FH Universitas Mataram, yang menyebut kalimat tanya tak bisa kena delik,” bebernya.
Sangat disayangkan, sambungnya, untuk kasus ITE, Polda dan Kejaksaan di NTB tak pernah melibatkan ahli ITE.
“90% Tersangkanya bebas, karena tidak memenuhi unsur tindak pidana pidana ITE,” tambahnya.
Pelaporan ini berujung gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Baiq Isvie Rupaeda.
Hal itu karena laporan Baiq Isvie ke Polda NTB atas kasus ITE Fihiruddin tidak menggunakan mekanisme laporan sesuai ketentuan yang berlaku.
Kapasitas Isvie sebagai pelapor tidak jelas, sebagai pribadi ataukah pimpinan lembaga. Pribadi tidak bisa mewakili unsur SARA dalam ITE. Sedangkan pelapor kelembagaan memiliki prosedur tersendiri.
Sementara itu, upaya mediasi antara Fihiruddin dan DPRD NTB gagal dilakukan.
Pihak pengacara tergugat Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda menolak mediasi dalam gugatan penggugat Fihiruddin di Pengadilan Negeri Mataram, pada Selasa (20/12/2022) lalu.
Hakim Mediator, Kadek Dedy Arcana, mengatakan dengan keputusan Baiq Isvie menolak mediasi, maka sidang gugatan akan berlanjut.
Ketua Tim Pengacara Fihiruddin, M. Ikhwan mengatakan selama dua kali proses mediasi, kliennya Fihiruddin selalu datang.
"Itu menunjukkan klien kami membuka ruang perdamaian yang disediakan hukum. Itu menjawab opini di publik yang menuduh dia tidak mau berdamai," ujarnya.
Pada faktanya, tergugat telah dua kali tidak hadir pada mediasi tersebut. Meskipun pekan lalu sempat dipanggil hakim, namun hari ini juga tergugat berhalangan hadir.
"Jadi faktanya pihak tergugat dua kali tidak hadir. Mediasi dinyatakan gagal," ujarnya.
Dilihat oleh WahanaNews.co, isi lengkap pertanyaan Fihiruddin adalah sebagai berikut:
Mohon penjelasan Bu ketua @Isvie Rupaeda ada kabar angin yang masuk ke saya kalau kemarin pada saat beberapa anggota DPRD prov kunker ke Jakarta, ada 3 orang diduga oknum anggota DPRD prov NTB keciduk memakai narkoba, dan di tebus 150 juta/orang. Sayangnya diduga oknum anghota ini 2 orang itu dari partai beraazas nasionalis religius dan 1 orang berasas nasionalis.
Gawat mental wakil kita.
Sementara itu, Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Nusa Tenggara Barat Eddy Sophian berharap kasus ini bisa segera tuntas.
“Jangan sampai berlanjut ke penahanan, karena bisa jadi preseden buruk, karena jangan-jangan ke depannya nanti orang jadi takut untuk bertanya, protes, atau menyampaikan kritik. Itu jangan sampai terjadi,” sebutnya.
Dalam perkembangannya, sekarang muncul Petisi Warga NTB yang menuntut pembatalan kriminalisasi.
Begini isi lengkap petisi tersebut:
[PETISI WARGA NTB ]
Batalkan Kriminalisasi M. Fihirrudin Agar Tidak Memunculkan Ketakutan Kepada DPR
Rakyat Bertanya Kepada DPRD NTB, Diganjar Dilaporkan Kepada Polisi Dan Dijadikan Tersangka
Tandatangi Disini:
chng.it/NsZkJnkdcg
TUNTUTAN KAMI :
1. Cabut status tersangka kepada M. Fihiruddin.
2. Pulihkan nama baik M. Fihiruddin
EFEK DOMINO KASUS M. Fihiruddin BILA DILANJUTKAN :
1. Memunculkan sentimen negatif masyarakat (konstituen) kepada seluruh anggota DPRD bahkan kepada seluruh anggota legislatif secara lokal maupun nasional.
2. Memunculkan rasa takut kepada masyarakat (konstituen) dalam berinteraksi dan menyampaikan aspirasi kepada legislatif.
3. Membiaskan penegakan demokrasi dan hak asasi manusia.
4. Menyiratkan hukum dapat disetir oleh parlemen dan unsur pejabat. [eta]