WAHANANEWS.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi dari dua petinggi PT Petro Energy terkait kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada periode 2015-2018.
Hakim Ketua Brelly Yuniar Dien menyebutkan nota keberatan penasihat hukum kedua terdakwa tersebut, yakni Direktur Petro Energy Susi Mira Dewi Sugiarta serta Komisaris Utama Petro Energy Jimmy Masrin, tidak beralasan dan tidak bersifat eksepsional.
Baca Juga:
Baznas RI Kecam Penggunaan Istilah 'Uang Zakat' sebagai Kode Korupsi di LPEI
"Menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa Susi Mira Dewi dan terdakwa Jimmy Masrin tersebut tidak dapat diterima," ujar Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan sela majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (1/9/2025) melansir Antara.
Untuk itu, Hakim Ketua memerintahkan kepada penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara pidana atas nama para terdakwa tersebut serta menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir.
Pada nota keberatan, Hakim Ketua menuturkan penasihat hukum para terdakwa menilai penuntut umum telah melakukan diskriminasi atau perbedaan perlakuan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi kasus itu, padahal pelaku telah disebutkan dalam surat dakwaan, sehingga menyebabkan surat dakwaan tidak jelas.
Baca Juga:
KPK Tetapkan 5 Tersangka di Kasus Dugaan Korupsi LPEI
Terhadap keberatan itu, Majelis Hakim berpendapat untuk menentukan siapa yang lebih dahulu harus diminta pertanggungjawabannya, baik dari klaster swasta atau klaster penyelenggara negara (LPEI) yang penuntutannya dilakukan secara terpisah, merupakan kewenangan diskresioner penuntut umum.
Namun demikian, kata Hakim Ketua, surat dakwaan penuntut umum dalam perkara tersebut secara gamblang telah menyebutkan perbuatan para terdakwa telah dilakukan bersama-sama dengan Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, yang dilakukan penuntutan secara terpisah.
Demikian pula dalam tanggapan penuntut umum, yang menyebutkan terhadap pihak LPEI (Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan), telah dilakukan penyelidikan, yang artinya pertanggungjawaban pidana atas perkara itu juga dibebankan oleh penuntut umum pada oknum pelaku dari pihak LPEI.
Dengan demikian, Hakim Ketua menegaskan tidak ada perlakuan diskriminatif atau ketimpangan perlakuan penuntutan antara para terdakwa dengan oknum pelaku yang berasal dari organ LPEI, yaitu Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan, yang saat ini juga sedang dalam proses penyelidikan.
"Lebih dahulu atau belakangan hanya berkenaan dengan waktu, bukan berhubungan dengan adanya perlakuan istimewa yang didapat oleh pihak-pihak tertentu yang dapat menimbulkan rasa tidak adil," tutur Hakim Ketua.
Dalam kasus tersebut, sebanyak tiga terdakwa diduga melakukan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp958,38 miliar.
Selain Susi dan Jimmy, satu orang terdakwa lainnya dari klaster swasta pada kasus itu, yakni Presiden Direktur Petro Energy Newin Nugroho. Namun, Newin tidak mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan penuntut umum.
Perbuatan melawan hukum ketiganya diduga telah memperkaya Jimmy selaku pemilik manfaat (beneficial owner) Petro Energy sebesar Rp600 miliar dan 22 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp358,38 miliar (kurs Rp16.290 per dolar AS).
Dikatakan bahwa para terdakwa, dengan menggunakan kontrak fiktif, telah mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan Petro Energy ke LPEI.
Kemudian, ketiganya turut diduga menggunakan aset dasar atau underlying dokumen pencairan berupa pesanan pembelian alias purchase order (PO) dan tagihan alias invoice yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya untuk mencairkan fasilitas pembiayaan dari LPEI kepada Petro Energy.
Para terdakwa turut diduga telah menggunakan fasilitas pembiayaan kredit yang diberikan LPEI kepada Petro Energy, yang tidak sesuai dengan tujuan fasilitas pembiayaan.
Ketiga terdakwa disebutkan melakukan perbuatan korupsi bersama-sama dengan Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, yang dilakukan penuntutan secara terpisah.
Dengan demikian, perbuatan Newin, Susi, dan Jimmy tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
[Redaktur: Alpedo Gultom]