"Mereka terbang formasi, take off satu per satu, setelah naik ke atas mereka bergabung menjadi satu kesatuan pesawat yang formasi, formasi itu dekat sekali," kata Kadispenau Agung Sasongkojati.
"Pada saat mereka climbing, mereka masuk ke awan, in-out-in-out, artinya awannya itu tipis-tipis saja, namun awan itu tiba-tiba menebal dengan pekat, sehingga pesawat yang dekat saja, mungkin jaraknya 30 meter itu tidak kelihatan," ujarnya.
Baca Juga:
DLH Pasuruan Gelar Simulasi Kedaruratan B3 untuk Antisipasi Pencemaran dan Bencana
Sesuai prosedur, jelas Kadispenau, saat awan sangat tebal hingga mengganggu pandangan, para penerbang mengatakan "blind" atau dalam Bahasa Indonesia berarti "buta".
"Pada saat dikatakan blind, maka sesuai prosedur, pesawat-pesawat saling menjauhkan diri," ucapnya.
Ketika empat pesawat saling menjauhkan diri, ia mengatakan, terdengar suara ELT dari satu pesawat.
Baca Juga:
Kisah Haru Buruh Cangkul Asal Pasuruan Wujudkan Impian Berangkat Haji
"Berarti ada sesuatu yang terjadi pada satu pesawat. Sejurus kemudian, saya tidak tahu berapa lama, baru terdengar lagi suara ELT yang kedua," tuturnya.
Sementara itu, FDR dari dua pesawat yang mengalami kecelakaan di lereng Gunung Bromo pada Kamis (16/11/2023) siang itu sudah berada di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang pada Jumat (17/11/2023) siang.
"Perlu kami sampaikan bahwa data dari FDR, saat ini FDR sudah ada di Lanud Abdulrachman Saleh, mudah-mudahan bisa kita baca untuk bisa memberi penjelasan lebih lanjut apa yang terjadi pada penerbangan ini," ucapnya.