WahanaNews.co | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerima laporan 6.985 korban penipuan bermodus mengatasnamakan Bea Cukai hingga November 2022. Total kerugiannya mencapai Rp 8,3 miliar.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana menjelaskan peningkatan kasus ini meningkat drastis dibandingkan setahun sebelumnya yang hanya 2.491 kasus. Sementara, sepanjang 2020 penipuan yang diterima oleh DJBC sebanyak 3.248 kasus.
Baca Juga:
Drama Berlian Sintetik: Penyanyi Reza Artamevia Terseret Kasus Dugaan TPPU
"Tahun 2021 sempat turun, dan tahun ini rekor. Kita harus sampaikan, sampai dengan November hampir 7 ribu kasus. Mungkin sekarang sudah 7 ribuan. Ini total kerugian Rp 8,3 miliar," kata Hatta di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jakarta, Kamis (22/12).
Namun, menurutnya, jumlah kerugian yang berhasil diselamatkan adalah Rp12,6 miliar. Angka ini berasal dari calon korban yang melaporkan percobaan penipuan itu pada Bea Cukai.
"Potensi yang bisa diselamatkan, ini mereka hanya cerita tapi tidak sempat transfer. Baru lapor ke kami. Potensinya Rp12,6 miliar," ungkapnya.
Baca Juga:
Buronan Kasus Pencabulan di Madina Ditangkap, Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara
Hatta juga memaparkan data sepanjang Oktober-November 2022, modus online shop paling banyak digunakan dengan 264 kasus. Angka ini meningkat 33,33 persen apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat 198 kasus penipuan.
Ia menjelaskan beberapa ciri penipuan yang kerap dilakukan. Salah satunya adalah meminta pungutan dengan alasan tidak wajar dibandingkan dengan harga pembelian barang. Selain itu, penipuan itu mengatasnamakan Bea Cukai dengan tujuan mengintimidasi korban.
Bahkan, para penipu kerap memasang foto profil pejabat Bea Cukai untuk meyakinkan para korban. Para pelaku pun meminta pembayaran dalam waktu singkat yang ditujukan ke rekening pribadi. [rna]