WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin kembali menjadi sorotan publik setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi terhadap dirinya karena diduga gemar menggunakan pesawat jet pribadi untuk perjalanan dinas.
Tak tanggung-tanggung, Afifuddin tercatat melakukan 59 kali penerbangan dengan transportasi mewah itu, menghabiskan anggaran fantastis hingga Rp90 miliar.
Baca Juga:
Status Fasilitas Jet Pribadi Kaesang KPK Tak Bisa Putuskan, Ini Alasannya
Sidang etik yang digelar Selasa (21/10/2025) mengungkap bahwa penggunaan jet pribadi tersebut dinilai tidak pantas dilakukan seorang pejabat publik yang seharusnya menjaga integritas dan efisiensi penggunaan anggaran negara.
DKPP menilai, tindakan tersebut menunjukkan gaya hidup berlebihan yang tak sesuai dengan semangat pengabdian seorang penyelenggara pemilu.
Ketua DKPP Heddy Lukito menegaskan, Mochammad Afifuddin beserta empat anggota KPU lainnya terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu dan dijatuhi sanksi peringatan keras.
Baca Juga:
Kaesang Datangi KPK, Sebut Karena Inisiatif Pribadi
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Mochammad Afifuddin, selaku Ketua merangkap anggota KPU, Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, August Mellaz, masing-masing selaku anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Heddy saat membacakan keputusan dalam sidang DKPP yang disiarkan melalui kanal YouTube DKPP, Rabu (22/10/2025).
Selain Afifuddin dan jajaran komisioner KPU, Sekretaris Jenderal KPU Bernad Darmawan Sutrisno juga dijatuhi sanksi serupa.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Bernad Darmawan Sutrisno selaku Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ucap Heddy.
Menurut hasil pemeriksaan DKPP, penyewaan jet pribadi itu diklaim untuk mendukung kelancaran penyaluran logistik Pemilu 2024. Namun alasan tersebut dinilai tidak relevan karena sebagian besar penerbangan tidak menuju wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), melainkan ke kota-kota besar dalam dan luar negeri seperti Kuala Lumpur, Malaysia.
“Bahwa pengadaan sewa kendaraan dilakukan dua tahap dengan nilai total kontrak sebesar Rp65.495.332.995. Sedangkan jumlah yang dibayarkan dalam pelaksanaan kontrak tahap satu dan tahap dua adalah sebesar Rp46.195.658.356,” ujar Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa.
Ia menambahkan, para teradu berdalih penggunaan jet pribadi itu telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehingga dianggap sesuai aturan.
Namun, anggota DKPP lainnya, Ratna Dewi, menegaskan bahwa penggunaan jet pribadi tetap tidak dapat dibenarkan dari sisi etika penyelenggara negara. “Jet pribadi itu bersifat eksklusif dan mewah, tidak relevan dengan kebutuhan perjalanan dinas,” ujarnya.
Sementara itu, publik kini menyoroti harta kekayaan Mochammad Afifuddin yang terus meningkat dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 31 Desember 2023, Afifuddin memiliki total kekayaan sebesar Rp5.898.379.374 saat masih menjabat sebagai anggota KPU RI.
Setelah diangkat menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPU RI pada Juli 2024 menggantikan Hasyim Asy’ari yang dipecat, kekayaan Afifuddin kembali meningkat.
Berdasarkan laporan LHKPN tertanggal 31 Desember 2024, total harta kekayaan Afifuddin naik sebesar Rp303.570.836 menjadi Rp6.201.950.210.
Rinciannya, harta berupa tanah dan bangunan mencapai Rp5.806.500.000 yang tersebar di Tangerang Selatan dan Kuningan, sementara alat transportasi dan mesin senilai Rp267.200.000 terdiri atas satu unit mobil Honda HR-V Prestige 2019, motor Honda 2014, dan Vespa Sprint S 2023.
Ia juga melaporkan harta bergerak lainnya senilai Rp57.100.000 serta kas dan setara kas Rp467.250.210, dengan total harta bersih setelah dikurangi utang Rp396.100.000 mencapai Rp6.201.950.210.
Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa mengungkapkan bahwa nilai kontrak penyewaan jet pribadi KPU mencapai Rp65,4 miliar, dengan realisasi pembayaran sebesar Rp46,1 miliar.
Angka itu menimbulkan tanda tanya besar di publik terkait transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran oleh lembaga penyelenggara pemilu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]