WahanaNews.co | Pemerintah memutuskan menunda pengesahan tingkat I Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang semula dijadwalkan Selasa, 22 November 2022 bersama Komisi III DPR.
Penundaan juga dilakukan pada agenda rapat pembahasan RKUHP yang dijadwalkan Senin 21 November 2022 besok. “Rapat pembahasan RKUHP tanggal 21-22 November ditunda,” kata anggota Komisi III DPR Taufik Basari, Minggu (20/11/2022).
Baca Juga:
Densus 88 Belum Bisa Pastikan Motif Bom Polsek Astanaanyar Terkait KUHP
Namun, pria yang akrab disapa Tobas ini berharap penundaan ini dilakukan dalam rangka mengkaji kembali masukan-masukan yang disampaikan oleh DPR maupun masyarakat, agar tidak ada pasal-pasal yang berpotensi menimbulkan masalah ke depannya.
Menurut politisi Partai Nasdem ini, usulan penundaan disampaikan oleh pemerintah, sehingga Tobas menyarankan media untuk menanyakan langsung kepada pemerintah terkait penundaan RKUHP ini. “Penundaan dari pemerintah. Soal alasannya sebaiknya dikonfirmasi ke pemerintah,” sarannya.
Tobas juga menjelaskan masih terdapat sejumlah isu krusial dalam draf RKUHP terbaru berdasarkan rapat dengan Komisi III pada 3 dan 9 November 2022 lalu. Sehingga, isu-isu krusial ini harus dikaji oleh pemerintah maupun DPR.
Baca Juga:
Aliansi Mahasiswa Kenang 5 Korban Aksi RKUHP 2019, Nyalakan Lilin di Depan Gedung DPR
Tobas menguraikan, isu-isu krusial tersebut di antaranya, living law yang berpotensi melanggar asas legalitas dalam hukum pidana; pasal-pasal terkait demokrasi dan kebebasan berpendapat yang harus dibatasi pengertiannya (makar, penyerangan kehormatan harkat martabat presiden/wakil presiden, penghinaan lembaga negara, penghinaan kekuasan umum); contempt of court terkait publikasi persidangan; rekayasa kasus sebagai usulan baru yang belum ada di draf terbaru.
Kemudian, pidana terkait narkotika yang harus disesuaikan dengan rencana kebijakan narkotika baru dalam RUU Narkotika; pidana lingkungan hidup yang harus menyesuaikan administrasi dalam hukum lingkungan; pemenuhan azas non-diskriminasi bagi penyandang disabilitas dan penyesuaian nomenklatur; dan kohabitasi yang menjadi overkriminalisasi karena bukan menjadi ranah negara untuk menjadikannya sebagai pidana.
”Namun bagaimanapun proses legislasi merupakan proses politik sehingga harus ada proses pertarungan gagasan dan penghormatan atas keputusan yang nantinya diambil baik secara musyawarah maupun suara terbanyak,” katanya.
Fraksi Nasdem berharap sebanyak mungkin masukan baik dari fraksi maupun dari kalangan masyarakat sipil yang dapat diakomodasi dalam draft RKUHP dan disetujui oleh mayoritas fraksi di DPR dan pemerintah.
“Karena itu Fraksi Nasdem terus melakukan lobi dan meyakinkan fraksi lainnya dan tim pemerintah agar dapat menyempurnakan RKUHP,” ucapnya.
Soal bagaimana hasil pembahasan dan perbaikan RKUHP, menurut Tobas, hingga sampai kepada keputusan tentu hasilnya masih dinamis. Fraksi Nasdem akan menghormati proses yang berjalan sebagai suatu proses politik dan memberikan persetujuannya.
“Namun tetap akan memberikan catatan-catatan apabila isu-isu perubahan yang fundamental dalam RKUHP masih belum dapat terakomodasi,” tandas Tobas. [rna]