KAI akan menugaskan advokat berintegritas tinggi dan berpengalaman dalam menangani kasus pekerja migran, termasuk advokasi hukum, konsultasi, penyusunan strategi penyelesaian, serta jaminan kerahasiaan data dan informasi.
Selain itu, KAI berkomitmen melaksanakan tugas dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta melaporkan perkembangan penanganan kasus secara berkala kepada Direktorat Jenderal Pelindungan Kementerian PPMI.
Baca Juga:
Ombudsman Ingatkan Tawaran Kerja ke Luar Negeri di Medsos Rentan TPPO
Ketua Umum KAI Siti Jamaliah Lubis menilai kolaborasi ini sebagai langkah moral dan hukum untuk mengembalikan martabat pekerja migran. Ia menyebut berbagai tragedi yang menimpa para PMI sebagai alarm bagi negara untuk hadir lebih kuat.
Salah satu kisah yang mengguncang publik adalah Yetti Purwaningsih (52), pekerja migran asal Banyumas, Jawa Tengah, yang meninggal dunia di Lima, Peru, pada 22 Februari 2025.
Hingga kini, keluarganya belum mampu memulangkan jenazah karena biaya pemulangan mencapai lebih dari Rp200 juta.
Baca Juga:
P2MI Perkuat Pendidikan Vokasi untuk Tingkatkan Penempatan Pekerja Migran Indonesia
Kasus lain datang dari SW (38), pekerja asal Kota Banjar yang terjebak di Brunei Darussalam setelah diberangkatkan secara ilegal dengan visa kunjungan. Ia menjadi korban perdagangan manusia (TPPO) dan hingga kini proses hukumnya berjalan lamban.
Menurut Siti, kedua kasus itu menunjukkan bagaimana lemahnya jaringan advokasi bagi pekerja migran di luar negeri.
“Mereka bukan sekadar angka di statistik tenaga kerja, mereka adalah manusia yang membawa harapan keluarga. Karena itu, perlindungan hukum harus menjadi napas dari diplomasi tenaga kerja kita,” tegasnya.