WAHANANEWS.CO, Bandung - Kongres Advokat Indonesia (KAI) menyelenggarakan Kongres Nasional Ke-4 di Tras Luxury Hotel Bandung, Senin (10/2/2025).
Organisasi pengacara yang menaungi ribuan advokat se-Indonesia tersebut mengagendakan pemilihan ketua umumnya di malam hari ini.
Baca Juga:
Gelar Rapimnas 15 Februari, Gerindra Bakal Undang Jokowi dan Ketum Parpol
Dalam kesempatan tersebut, bahasan mengenai pentingnya integritas pada para penegak hukum menjadi sorotan. Kejujuran dan profesionalitas kerja para advokat akan berpengaruh langsung pada kualitas penerapan hukum di kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
"Advokat adalah penegak hukum yang profesional, semua harus punya intelektualitas yang memadai, skill dan keterampilan juga yang paling penting adalah integritas," ungkap Ketua Mahkamah Agung RI Sunarto dalam sambutannya.
Ia mengatakan, kondisi penegakan hukum di Indonesia belakangan ini tidak berada dalam kondisi ideal. Untuk itu, moral dan integritas para advokat diharapkan dapat menjadi salah satu ujung tombak yang dapat memulihkannya.
Baca Juga:
Respons Kasus Suap Ronald Tannur & Zarof Ricar, Ketua MA Kumpulkan Anak Buah
"Sekarang ini sangat penting untuk mulai meningkatkan skill dan mencetak advokat yang pintar juga bekerja dengan benar. Kalau penegak hukum punya integritas, dunia hukum kita yang sekarang carut-marut ini akan menjadi lebih baik," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Dewan Pengawas KAI Sufmi Dasco Ahmad. Dia berharap para advokat di Indonesia dalam naungan KAI dapat menghasilkan langkah konkrit untuk memajukan negara.
"Sebagai satu-satunya organisasi advokat di Indonesia yang diakui pemerintah, tunjukkan bahwa KAI dapat mengisi pembangunan dan membantu jalannya pemerintahan dengan menghasilkan keputusan-keputusan konkrit yang membangun," ujarnya singkat.
Pendidikan Belum Memadai
Di samping masalah integritas, salah satu hal yang juga disoroti dalam pembukaan kongres KAI tersebut adalah terkait pendidikan profesi advokat. Sejauh ini, pendidikan profesi advokat di Indonesia dinilai terlalu singkat dan belum memadai untuk membangun kapasitas advokat yang profesional.
"Menyedihkan kalau melihat proses pendidikan dan pola rekrutmen advokat di Indonesia ini. Hanya dengan mengikuti PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat) sekian bulan, lalu ikut tes, orang bisa menjadi advokat tanpa pendidikan profesi yang khusus," ungkap Wakil Menteri Hukum RI Eddy Hiariej.
Untuk menjadi seorang advokat di Indonesia, seorang sarjana hukum dapat mengikuti PKPA di lembaga resmi dengan durasi rata-rata dua bulan. Di dalamnya akan dipelajari materi dasar ilmu hukum, materi mengenai hukum acara (litigasi), materi non litigasi, dan materi pendukung lainnya. Eddy membandingkan pendidikan tersebut dengan aparat penegakkan hukum lainnya yang lebih kompleks.
"Bandingkan dengan reserse misalnya. Mereka itu perlu sekolah lagi empat tahun, jadi jaksa ada pendidikan jaksa. Kalau advokat setelah ikut PKPA, ikut tes dan magang, sudah selesai. Kita juga tahu betapa mudahnya mendapat surat magang itu," jelasnya.
Untuk itu, ia berharap hal ini menjadi bahan intropeksi dan fokus pembahasan dalam kongres. Sehingga, ke depannya advokat yang lebih berkualitas dapat lahir melalui pendidikan yang komprehensif.
"Saya pastikan sekarang ini kurikulum pendidikan hukum belum cukup untuk mencetak penegak hukum yang handal. Bagaimana mau menegakkan hukum kalau tidak punya kapasitas intelektual untuk itu," tutupnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]