WahanaNews.co | Tim Jampidmil Kejagung masih terus melacak aset Kolonel Czi (purn) CW AHT dan KGS MMS, tersangka kasus dugaan korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP-AD) 2013-2020.
Aset itu berada di Al Azhar Azhima Hotel Resort and Convention Jalan Embarkasih H. Nomor 24, Kelurahan Gagaksipat, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (24/5) kemarin.
Baca Juga:
Jaksa Tuntut Terapis Pijat Asal Buleleng 3 Tahun Penjara di Kasus Pemerasan dan Pengancaman
"Tim berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Boyolali untuk mengkoordinasikan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Boyolali tentang harga zonasi dan surat keterangan tidak dalam peletakan hak tanggungan/roya dan di Kelurahan Gagak Sipat berkaitan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan harga pasaran VillaTel tersebut," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (26/5).
Ketut mengatakan, tim Jampidmil Kejagung kemudian meninjau dua unit VillaTel Tive Pecinaan Nomor 16, kamar Nomor 130 dan 131 dan Tive Kolonial Nomor 19, kamar Nomor 236 dan 237 di Al Azhar Azhima Hotel Resort and Convention setelah berkoordinasi dengan Kejari Boyolali. Keesokan harinya tim gabungan menyita aset tersebut
"Tim mengajukan persetujuan mengenai persetujuan penyitaan terhadap barang bukti tersebut kepada Pengadilan Negeri Semarang," ujar dia.
Baca Juga:
Bunuh Adik Kelas, Mahasiswa UI Dituntut Hukuman Mati
Peran Tersangka
Tersangka berperan menunjuk tersangka KGS MMS sebagai penyedia lahan perumahan prajurit di Nagreg, Jawa Barat, dan Gandus, Sumatera Selatan. KGS MMS sebelumnya telah ditetapkan sebagai terdangka dan ditahan sejak 16 Maret 2022.
Tersangka CW AHT diduga melakukan penyimpangan atas perjanjian kerjasama untuk pengadaan lahan di Nagreg. Dugaan penyimpangan itu yakni pembayaran dilakukan tidak sesuai mekanisme yaitu sesuai progres perolehan lahan, pembayaran 100% hanya jika sudah menjadi sertifikat induk.
Tersangka juga diduga melakukan pengadaan tanpa kajian teknis. Yakni perolehan lahan hanya 17,8 Hektar namun belum berbentuk sertifikat induk; Kelebihan pembayaran Dana Legalitas yaitu Rp2 miliar untuk 40 Hektar bukan 17,8 hektar.
"Lalu dalam perjanjian kerjasama tertera Rp30 miliar termasuk legalitas di BPN sehingga pengeluaran lagi Rp2 Miliar tidak sah sesuai perjanjian kerjasama dan penggunaan Rp700 juta tanpa izin Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad)," kata Ketut.
Tersangka juga diduga melakukan penyimpangan untuk pengadaan lahan di Gandus, Sumatera Selatan. Di mana embayaran dilakukan tidak sesuai mekanisme yaitu sesuai progres perolehan lahan, pembayaran 100% hanya jika sudah menjadi sertifikat induk.
Selanjutnya, Pengadaan Tanpa Kajian Teknis, perolehan hanya dokumen Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah (SPPHT) dengan keterangan luas 40 Hektar tanpa bukti fisik tanah.
Termasuk, lahan yang diperoleh NIHIL dari pembayaran Rp.41,8 Miliar. Dan Tersangka KGS MMS tidak membeli kembali SPPHT yang gagal menjadi Hak Guna Garap (HGG) /Sertifikat Induk.
"Adapun estimasi kerugian keuangan Negara dalam perkara ini berdasarkan perhitungan sementara oleh Tim Penyidik Koneksitas sebesar Rp 59 Miliar," tuturnya.
Kejagung sebelumnya juga menetapkan seorang Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI berinisial YAK dan Dirut PT Griya Sari Harta atau GSH berinisial NPP sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan (TWP) TNI AD 2013-2020.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil dari tim penyidik koneksitas dari Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil), Pusat Polisi TNI Militer AD dan Auditorat Militer Tinggi II Jakarta.
"Tim penyidik koneksiktas telah menetapkan dua orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana tabungan wajib Perumahan TNI AD atau dikenal TWP AD tahun 2013-2020," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat itu dalam jumpa pers virtual, Jumat (10/12).
Leonard mengatakan, Brigjen YAK telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Juni dan ditahan di Institusi penahanan militer TNI AD. "Sementara, NPP hari ini ditahan sampai 20 Sesember 2021. Yang bersangkutan ditahan di Rumah Tahanan Salemba, Cabang Kejaksaan Agung," ujar dia.
Leonard menjelaskan duduk perkara tersebut. Dia mengatakan, kasus ini berawal dari penyimpangan dilakukan Brigjen YAK selaku direktur keuangan tabungan wajib perumahan TNI AD. Tersangka melakukan investasi di luar ketentuan pengelolaan TWP sebagaimana keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Nomor Kep/181/III/2018, 12 Maret 2018.
"Yaitu dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan kerjasama bisnis dengan tersangka NPP selaku Dirut PT Griyasari Harta," kata Leonard.
Leonard menambahkan, Brigjen TNI YAK juga menyalahgunakan kewenangan dengan bekerjasama kepada A, selaku Direktur Indah Bumi Utama dan Kolonel CZI Purnawirawan, dan saudara KGS MS dari PT Arta Mulia Adi Niaga.
Domain dana TWP tersebut yang disalahgunakan tersebut adalah keuangan negara sehingga dapat menjadi kerugian keuangan negara.
"Di mana dana itu dipotong dari gaji prajurit dengan sistem autodebet langsung dari gaji prajurit sebelum diserahkan," ujar dia.
Sehingga atas perbuatan kedua tersangka negara harus terbebani mengembalikan uang digunakan Brigjen TNI YAK dan NPP, untuk kepentingan para prajurit sebagaimana tujuan dari program TWP.
"Akibat perbuatan tersangka Brigjen TNI YAK dan NPP, berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara BPKP, kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp 127,736 miliar," bebernya.
Pakai Uang Prajurit Untuk Kepentingan Pribadi
Leonard melanjutkan, uang hasil korupsi digunakan Brigjen YAK untuk kepentingan pribadi itu. Aksi culas dilakukan Brigjen TNI YAK dengan memindahkan uang dari rekening TWP AD ke rekening pribadinya.
Tersangka berdalih untuk pengadaan kavling perumahan bagi prajurit TNI AD. Namun uang tersebut digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi
"Dia telah mengeluarkan uang dengan jumlah Rp127,736 miliar dari rekening milik TWP AD ke rekening pribadi yang bersangkutan. Kemudian tersangka mentransfer uang tersebut ke rekening tersangka NPP," sebutnya.
Sementara peran tersangka NPP yang menerima uang dari Brigjen YKK menggunakan dana miliaran rupiah itu untuk kepentingan pribadi. Termasuk untuk perusahaan PT Griya Sari Harta.
Atas perbuatannya kedua tersangka dijerat dengan pasal Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 3 Jo Pasal 8 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2021 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP. [rin]