WahanaNews.co, Jakarta - Pasca Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Provinsi Riau, Muhammad Syahrir, didakwa menerima gratifikasi dan pencucian uang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditanggapi Koordinator Kaukus Keadilan Ekologi Indonesia (Kuskeologi), Rifki Fernanda Sikumbang.
Sikumbang , berharap KPK lanjutkan kasus Syahrir ini tidak eksklusif lantaran berkait kewenangan lintas sektor di internal BPN Riau.
Baca Juga:
Terkait Penyidikan Kasus korupsi Truk, KPK Panggil Pegawai Basarnas dan BPN
“Tak hanya itu, Syahrir juga terima gratifikasi saat menjabat Kakanwil BPN Maluku Utara 2017-2019. Juga melalui anak buahnya maupun langsung dari perusahaan yang mengurus hak atas tanah. Total keseluruhan gratifikasi berupa uang Rp 20.974.425.400,” sebut Rifki dalam siaran pers Kuskeologi. WahanNews.co, Senin (31/7/2023).
Tambah Sikumbang, selain terima dari Sudarso, selama menjabat Kakanwil BPN Riau 2019-2021, Syahrir juga terima gratifikasi dari bawahannya, juga dari beberapa perusahaan yang mengurus hak atas tanah.
“Nilainya mencapai Rp. 15.188.745.000. Perusahaan tersebut di antaranya, Eka Dura Indonesia, Riau Agung Karya Abadi, Peputra Supra Jaya, Sekarbumi Alam Lestari, Safari Riau/Adei Plantation, Perdana Inti Sawit Perkasa, Surya Intisari Raya dan Meridan Sejati Surya Plantation.
Baca Juga:
ATR/BPN Muna Barat Gelar Deklarasi Tuntaskan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap 2025
Terang Rifki Fernanda Sikumbang, dalam data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Syahrir enggan sampaikan-sembunyikan uang yang diduga dari hasil tindak pidana korupsi tersebut. Modusnya, menukarkan mata uang asing ke rupiah; menitipkan uang ke bank atas nama orang lain maupun membeli sejumlah tanah dan bangunan.
Sebut Sikumbang, hal ini terungkap dalam persidangan perkara suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (PT AA), Selasa (23/5/2023) .
“Penuntut Umum KPK, Rio Frandy dan rekannya, menghadirkan enam saksi. Semuanya anak buah Syahrir di lingkungan BPN Riau ketika masih menjabat. Kasus ini terkait dengan urusan perpanjangan HGU Adimulia Agrolestari. Syahrir meminta uang Rp 3,5 miliar pada Sudarso. Tapi baru SGD 112.000 yang diserahkan pada 2 September 2021. Sisanya, setelah permohonan disetujui,” ujar Rifki.
Kuskeologi, ingat Sikumbang, juga sempat mengadukan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum di lingkungan Kanwil BPN Riau ke Kejagung RI, April 2023 lalu, yakni, TS yang saat ini menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Siak.
"ini kan kerja sama lintas sektor di internal, kewenangan antar perangkat untuk memuluskan proses administrasi pertanahan seperti itu sangat vital, sehingga patut diduga ada dan masih serupa polanya untuk kasus yang sama atau urusan yang berbeda. proses urusan administrasi pertanahan di lingkungan BPN Riau dengan isyarat ‘aroma Busuk’," bilang Rifki.
Berlanjut, Rifki juga menilai kasus Syahrir sebagai momentum Kejati Riau untuk melakukan bersih-bersih, terutama atas laporan yang pernah Kuskeologi sampaikan ke Kejagung RI.
"Kita pernah publis agar KPK kembangkan dan mengusut tuntas kasus Syahrir. Serupa tapi tak sama, kita juga mengharapkan agar Kejati Riau gunakan momen ini untuk bersih-bersih aroma busuk tersebut. Laporan pengaduan kita ke Kejagung sejak April lalu adalah sinyal untuk Kejati Riau proaktif," Tutupnya.
[Redaktur: Hendrik I Raseukiy]