WahanaNews.co, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Reyna Usman, mantan pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI).
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyampaikan bahwa proyek tersebut dijalankan pada tahun 2012, pada masa Reyna Usman menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemenakertrans selama periode 2011-2015.
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Alexander menuturkan bahwa kasus ini bermula dari aduan masyarakat kepada Direktorat Pengaduan Masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh KPK melalui penyelidikan.
"Dinaikkan ke tahap penyelidikan penyidikan dengan menetapkan dan mengunakan para pihak dengan status tersangka sebagai berikut, Reyna Usman," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).
Selian Reyna, KPK menetapkan seorang aparatur sipil negara (ASN) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Sistem Proteksi TKI Tahun Anggaran 2012, I Nyoman Darmanto sebagai tersangka.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Kemudian, seorang pihak swasta, yakni Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) bernama Karunia.
Alex menuturkan, pada hari ini KPK menahan Reyna Usman dan I Nyoman Darmanto selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
"Terhitung 25 Januari 2024 sampai dengan 13 Februari 2024," kata dia.
Karunia tidak hadir saat dipanggil oleh penyidik pada hari ini. KPK mengeluarkan ultimatum, menekankan agar Karunia hadir dan berkooperatif pada panggilan berikutnya yang dilakukan oleh tim penyidik.
Dalam konteks kasus ini, Reyna, I Nyoman, dan Karunia diduga melakukan tindakan yang melanggar hukum atau menyalahgunakan wewenang, yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 17,6 miliar.
Angka ini merujuk pada perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Proyek pengadaan tersebut terkait dengan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI), yang melibatkan perangkat keras dan perangkat lunak untuk memproses data proteksi TKI secara efisien.
Menurut perhitungan BPK RI, dugaan kerugian keuangan negara akibat pengadaan ini diperkirakan sekitar Rp 17,6 miliar.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]