WahanaNews.co | Masalah kasus penganiayaan terhadap tiga anak majikan yang dilakukan Asisten Rumah Tangga (ART) di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, menjadi sorotan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Menanggapi kejadian tersebut, KPAI meminta pemerintah perlu adanya regulasi yang jelas terhadap pola asuh anak.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Pembunuhan Sadis di Penjaringan, Kepala Korban Dibuang ke Sela Tembok
"Peristiwa di Cengkareng menandakan, pentingnya pola perekrutan ART, jaminan menjadi ART mendapat perhatian pemerintah, pemerintah daerah dan Kementerian terkait," kata Kadivwasmonev KPAI Jasra Putra melalui keterangannya, kemarin.
Jasa mengatakan, hal itu dikarenakan terkait banyaknya konsekuensi yang diterima saat penanggung jawab utama atau seorang majikan melepaskan anaknya ke ART.
Sebab, kata dia, anak tidak bisa membela dirinya sendiri saat mengalami peristiwa terjadi. Selain itu, belum ada jaminan hukum terhadap profesi ART.
Baca Juga:
Kasus Ronald Tannur, MA Bentuk Tim Pemeriksa Mengklarifikasi Majelis Kasasi
"Sehingga bila terjadi kekerasan kepada 3 anak yang dialami di keluarga Cengkareng, jaminan hukum buat keluarga dan ART akan sangat lemah," tuturnya.
Menurut Jasra, Indonesia sendiri belum mengakomodir perkembangan cara mengasuh anak. Sehingga sangat penting Indonesia memiliki regulasi yang memayungi berbagai cara mengasuh anak, agar anak-anak seperti di Cengkareng dapat terselamatkan.
Menurut dia, pekerjaan mengasuh adalah pekerjaan yang tidak mengenal waktu, bahkan bisa lebih dari 24 jam.
Selain itu, profesi ART yang lebih banyak adalah menjaga anak, sehingga mereka dituntut menjadi pengasuh pengganti, yang dalam Undang Undang Perlindungan Anak mereka disebut pengganti orangtua.
"Selain itu himpunan organisasi ART juga pernah mengusulkan RUU ART agar profesi ini mendapat pengakuan hukum, jaminan hukum, perlindungan profesi dan etika bekerja sebagai ART. Sehingga karena belum ada standar, saya khawatir kekerasan terus terjadi," tuturnya. [bay]