WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkolaborasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk mengevaluasi sistem pengadaan barang dan jasa melalui E-Katalog.
Langkah ini diambil sebagai tindak lanjut dari operasi tangkap tangan (OTT) di Kalimantan Selatan.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menjelaskan bahwa sebelumnya, pengadaan barang senilai di bawah Rp200 juta bisa dilakukan melalui penunjukan langsung, sementara di atas angka tersebut dilakukan melalui tender.
Namun, dengan penggunaan E-Katalog, seolah-olah sistem tersebut menghapus batasan nilai.
E-Katalog, menurutnya, kini seperti menjadi sarana penunjukan langsung melalui platform elektronik.
Baca Juga:
Skandal e-KTP Memanas Lagi, Dua Tersangka Baru Muncul
Dalam OTT di Kalimantan Selatan, KPK menemukan adanya manipulasi dalam persyaratan lelang proyek yang menggunakan E-Katalog, sehingga hanya perusahaan tertentu yang dapat ikut serta dan memenangkan proyek pengadaan tersebut.
"Kami mencermati bahwa di berbagai daerah, E-Katalog kini menjadi alat untuk mengarah pada penunjukan langsung, namun dilakukan secara elektronik," ujar Ghufron.
Atas dasar ini, KPK akan bekerja sama dengan LKPP untuk mengevaluasi E-Katalog, dengan tujuan menutup celah korupsi dalam sistem tersebut.
"Kami akan berdiskusi dan bekerja sama dengan LKPP untuk mengevaluasi hal ini," tambahnya.
Diketahui, KPK telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa untuk tiga proyek di Provinsi Kalimantan Selatan.
Mereka termasuk Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, Kepala Dinas PUPR Kalsel Ahmad Solhan, serta beberapa pejabat lainnya, dan dua orang dari pihak swasta.
Proyek yang menjadi objek perkara tersebut meliputi pembangunan lapangan sepak bola senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang dengan nilai Rp9 miliar di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan.
Manipulasi dilakukan dengan membocorkan harga perkiraan sendiri, memberikan kualifikasi perusahaan yang telah diatur, serta menunjuk konsultan yang terafiliasi dengan pemberi suap.
Bahkan, pekerjaan sudah dimulai sebelum kontrak resmi ditandatangani.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]