WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan memahami tingginya harapan publik terkait penanganan kasus dugaan korupsi izin kuasa dan usaha pertambangan yang melibatkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman.
"KPK memahami harapan tinggi publik dalam pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam dan lingkungan, terutama karena dampak masif yang ditimbulkan. Tidak hanya besarnya kerugian keuangan negara, namun juga berpotensi mengakibatkan kerusakan pada kelestarian lingkungan," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Senin (29/12/2025).
Baca Juga:
KPK Setop Kasus Korupsi Nikel Rp2,7 Triliun Aswad Sulaiman, Ini Alasannya
Budi mengatakan penyidikan kasus tersebut harus tetap berdasarkan alat bukti.
Namun, kata dia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tidak dapat menghitung kerugian keuangan negara akibat kasus tersebut sehingga terjadi ketidakcukupan alat bukti.
Akibatnya, KPK memutuskan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk kasus tersebut.
Baca Juga:
KPK Berhentikan Penyidikan Kasus Nikel Rp2,7 Triliun Aswad Sulaiman
"KPK tetap membuka diri terhadap setiap saran dan masukan masyarakat karena kami menyadari pemberantasan korupsi adalah upaya kolektif," katanya.
Sebelumnya, pada 4 Oktober 2017, KPK menetapkan Aswad Sulaiman selaku Penjabat Bupati Konawe Utara periode 2007–2009 dan Bupati Konawe Utara periode 2011–2016 sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, tahun 2007-2014.
KPK menduga Aswad Sulaiman mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.
Selain itu, KPK menduga Aswad Sulaiman selama 2007–2009 menerima dugaan suap hingga Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan.
Pada 18 November 2021, KPK sempat memeriksa Andi Amran Sulaiman (sekarang Menteri Pertanian) selaku Direktur PT Tiran Indonesia sebagai saksi kasus tersebut. Amran diperiksa KPK mengenai kepemilikan tambang nikel di Konawe Utara.
Pada 14 September 2023, KPK berencana menahan Aswad Sulaiman. Namun, hal tersebut batal dilakukan karena yang bersangkutan dilarikan ke rumah sakit.
Kemudian pada 26 Desember 2025, KPK mengumumkan menghentikan penyidikan kasus tersebut karena tidak ditemukan kecukupan bukti.
Sementara pada 28 Desember 2025, pimpinan KPK periode 2015–2019 Laode Muhammad Syarif mengatakan kasus tersebut pada 2017 sudah memiliki kecukupan bukti untuk dugaan suap. Kemudian untuk kerugian negara sedang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]