WahanaNews.co | Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan lembaganya tak takut dengan orang-orang di belakang atau backing-an Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Menurutnya, KPK punya kekuatan secara kelembagaan dalam menindak siapa pun yang melakukan dan terlibat tindak pidana korupsi.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
"Karena KPK dengan kekuatan yang dimiliki, tahu caranya mengeksekusi segala tindakan para pejabat yang selama ini mendapatkan 'backing' atau penjamin dari orang berkuasa," ungkapnya, dalam keterangannya, Senin (16/1).
Firli mengungkapkan tidak ada backing-an yang lebih kuat dibandingkan undang-undang. Menurutnya, tak ada alasan bagi KPK takut dengan para koruptor walaupun mereka memiliki dukungan dari orang-orang hebat di negara ini.
"Tidak ada tempat yang aman bagi koruptor, kecuali di tempat penebusan dosa, yaitu rumah tahanan," terangnya.
Dia menegaskan KPK bisa bekerja sama dengan banyak pihak untuk menghalau orang di balik para koruptor. Apalagi, kata Firli, lembaga yang kini dia pimpin memiliki suara masyarakat sebagai senjata pemberantasan rasuah di Indonesia.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"KPK meminta bantuan semua pihak untuk bersama-sama melangkah membersihkan korupsi dari negeri ini, jangan ada penundaan dalam niat membersihkan korupsi dengan kerja sama kolektif," tutupnya.
KPK menetapkan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan kolusi proyek infrastruktur Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.
Dalam kasus ini, Lukas Enembe diduga menerima suap sejumlah Rp 10 miliar. KPK juga membekukan rekening senilai sekitar Rp 76,2 miliar.
Kasus ini bermula ketika Direktur PT Tabi Bangu Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur setelah dilobi oleh Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak di industri farmasi.
Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [eta]