WAHANANEWS.CO, Jakarta - Skandal dugaan pungutan liar mencoreng Kementerian Agama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya oknum yang meminta uang percepatan keberangkatan haji kepada pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour), Khalid Zeed Abdullah Basalamah, bersama seratusan jemaahnya.
Oknum tersebut diduga memungut uang mulai dari US$2.400 hingga US$7.000 per orang demi mendapatkan kuota haji khusus tanpa antrean.
Baca Juga:
Takut Pansus DPR, Oknum Kemenag Serahkan Lagi Uang Haji Khusus ke Khalid Basalamah
Khalid bersama jemaahnya sebenarnya sudah mendaftar untuk haji furoda pada 2024, namun kemudian datang tawaran dari oknum Kementerian Agama untuk menggunakan kuota khusus dengan iming-iming keberangkatan langsung.
"Ada oknum dari Kementerian Agama yang menyampaikan bahwa, 'Ustaz, ini pakai kuota haji khusus saja, ini resmi'," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Kantornya, Jakarta, Kamis (18/9/2025) malam.
Oknum itu menjanjikan keberangkatan segera, dengan syarat adanya uang percepatan yang dibayarkan oleh para calon jemaah.
Baca Juga:
KPK Tahan Lima Tersangka Korupsi Kredit BPR Jepara Artha, Kerugian Negara Rp 256 M
"Oknum dari Kemenag ini kemudian menyampaikan, 'Ya, ini juga berangkat di tahun ini, tapi harus ada uang percepatan'. Nah, diberikan lah uang percepatan, kalau tidak salah itu, US$2.400 per kuota. Range-nya macam-macam, ada yang US$2.400 sampai dengan US$7.000," jelas Asep.
Khalid pun kemudian mengumpulkan uang dari jemaahnya untuk diserahkan kepada oknum Kemenag tersebut.
"Dikumpulkanlah uang itu sama Ustaz KB ini, kumpulkan, diserahkanlah kepada oknum," tutur Asep.
Akhirnya, Khalid bersama seratusan jemaah Uhud Tour benar-benar berangkat dengan kuota khusus pada 2024.
Namun setelah haji selesai, persoalan muncul hingga DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Haji.
"Karena ada ketakutan dari si oknum ini, kemudian dikembalikanlah uang itu, yang tadi sudah diserahkan sebagai uang percepatan itu, diserahkanlah kembali ke Ustaz Khalid Basalamah," ungkap Asep.
Uang yang diterima kembali itu kemudian diserahkan Khalid kepada KPK dan saat ini masih dalam proses penghitungan.
Sementara itu, setelah diperiksa selama 7,5 jam di KPK pada Selasa (9/9/2025) malam, Khalid menjelaskan bahwa awalnya ia dan jemaahnya terdaftar sebagai jemaah furoda.
Namun, tawaran kuota haji khusus datang dari pemilik travel PT Muhibbah Mulia Wisata Pekanbaru, Ibnu Mas'ud.
"Sehingga akhirnya kami ikut dengan visa itu di-travel-nya dia di Muhibbah," kata Khalid.
"Posisi kami ini korban dari PT Muhibbah yang dimiliki oleh Ibnu Mas'ud. Kami tadinya semua furoda. Ditawarkan lah untuk pindah menggunakan visa ini," lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa total jemaah yang ikut dalam kuota khusus tersebut mencapai 122 orang.
KPK menyatakan penanganan kasus ini masih membutuhkan waktu karena melibatkan ratusan travel dan aliran uang yang kompleks.
"Itu kan hampir 400 travel yang membuat ini (penanganan kasus) juga agak lama. Orang menjadi tidak sabaran, kenapa enggak cepat diumumkan (tersangka). Kita harus betul-betul firm dan ini beda-beda, masing-masing travel itu beda-beda menjual kuotanya," ujar Asep.
"Kami tidak ingin gegabah dalam hal ini, karena kami ingin melihat kepada siapa saja uang ini kemudian berpindah dan berhentinya di siapa, karena kami yakin bahwa benar ada juru simpannya. Artinya, berkumpul di situ," tambahnya.
Menurut perhitungan awal KPK, kerugian negara dari dugaan korupsi kuota haji tambahan 2023-2024 mencapai lebih dari Rp1 triliun, yang akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
KPK juga sudah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan, yakni mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, serta pemilik agen perjalanan Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
Selain itu, KPK menggeledah sejumlah lokasi mulai dari rumah Yaqut di Condet Jakarta Timur, kantor agen perjalanan haji dan umrah di Jakarta, rumah ASN Kemenag di Depok, hingga ruang Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama.
Dari penggeledahan itu, KPK menyita dokumen, barang bukti elektronik, kendaraan roda empat, dan properti yang diduga terkait perkara.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]