WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari, menyatakan bahwa hingga akhir persidangan sengketa hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres, KPU tidak menemukan kesalahan dalam perolehan suara akhir yang dipertentangkan.
Meskipun demikian, ia menekankan bahwa dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 473, sengketa tersebut ditetapkan sebagai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Baca Juga:
Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Abdul Faris Umlati, ARUS Terus Melaju
Menurut pasal tersebut, jika ada sengketa mengenai hasil, maka yang diperdebatkan oleh pemohon kepada pihak yang diajukan sengketanya adalah perolehan suara hasil pemilu secara nasional.
“Sampai dengan pemeriksaan terakhir hari ini, tidak sama sekali soal suara saya di TPS ini seharusnya sekian, tapi ditulis KPU sekian, tidak ada,” kata Hasyim usai sidang lanjutan perkara PHPU Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024), melansir Antara.
Ia juga menegaskan bahwa dalam Pasal 6A UUD 1945 telah didalilkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk ditentukan menjadi pemenang harus memperoleh suara lebih dari 50 persen jumlah suara sah nasional dan persebaran menangnya lebih dari sejumlah provinsi di Indonesia dengan perolehan 20 persen suara.
Baca Juga:
Debat Terakhir Pilgub Sultra 2024 Fokus pada Isu Lingkungan
Dengan demikian, penentu terpilihnya para calon berdasarkan perolehan suara. Ia pun mempertanyakan mengapa pemohon tidak mengajukan dalil tentang selisih perolehan suara yang mana seharusnya menjadi gugatan utama dalam PHPU.
Hasyim menilai, Hakim Konstitusi lebih mempertimbangkan fakta yang diajukan di dalam persidangan dibandingkan dengan keterangan dari luar persidangan.
Untuk itu, lanjutnya, KPU menyerahkan sejumlah alat bukti yang berkaitan dengan perolehan suara di dalam persidangan, di antaranya adalah formulir D Hasil di tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.
Pihaknya juga memberikan keterangan terkait ada atau tidaknya selisih suara di dalam formulir tersebut, ada keterangan keberatan atau tidak, dan juga tanda tangan saksi. Hasyim menegaskan, itu adalah cara KPU untuk berbicara di dalam persidangan.
“Kami yakin pasti Hakim MK pasti mempertimbangkan apa yang didalilkan dan apa yang dibuktikan oleh masing-masing pihak, termasuk apa yang dijawab oleh KPU sebagai pihak termohon dan bukti apa yang diajukan oleh pihak KPU,” pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]