WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) berinisiatif mempelajari salinan putusan vonis bebas Pengadilan Tinggi Pontianak terhadap warga negara (WN) China, Yu Hao, dalam kasus dugaan penambangan emas ilegal.
Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan hal itu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Baca Juga:
Fenomena Pertambangan Ilegal di Indonesia
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tinggi Pontianak membatalkan vonis PN Ketapang dan membebaskan terdakwa WN China dalam kasus tambang emas ilegal. Kasus itu pun mendapatkan perhatian publik.
"Karena menarik perhatian publik, KY berinisiatif untuk menangani laporan atau informasi ini. Sebagai langkah awal, KY sedang mempelajari salinan putusan No. 464/PID.SUS/2024/PT PTK," ucap Mukti dalam keterangannya, Rabu (22/1).
Mukti mengatakan KY memahami bahwa putusan tersebut menuai perhatian publik karena dinilai belum memenuhi rasa keadilan. Pasalnya, terdakwa Yu Hao yang divonis bebas tersebut didakwa merugikan negara hingga Rp1,02 triliun akibat perbuatannya.
Baca Juga:
Banjir Lumpur Serang Konawe Selatan, Warga Sentil Aktivitas Tambang PT GMS
"Nantinya KY akan memproses laporan atau informasi ini sesuai dengan prosedur yang berlaku untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran kode etik hakim," imbuh Mukti.
Sebelumnya, lembaga pengawas hakim itu telah mempersilakan publik apabila menemukan bukti adanya pelanggaran KEPPH oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Pontianak yang menjatuhkan vonis bebas tersebut.
Diketahui bahwa Pengadilan Tinggi Pontianak menerima permohonan banding dan membebaskan terdakwa Yu Hao (49), pemilik perusahaan Pu Er Rui Hao Lao Wu You Xian Gong Si, karena dinilai tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan ilegal.
"Menyatakan terdakwa Yu Hao tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dalam dakwaan tunggal penuntut umum," demikian petikan amar Putusan Nomor 464/PID.SUS/2024/PT PTK yang diucapkan pada hari Senin (13/1).
Adapun majelis hakim yang memutus antara lain Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak Isnurul Syamsul Arif selaku hakim ketua majelis, serta Eko Budi Supriyanto dan Pransis Sinaga, masing-masing sebagai hakim anggota.
Vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tinggi Pontianak tersebut sekaligus membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp tanggal 10 Oktober 2024.
Pengadilan Negeri Ketapang menjatuhkan vonis pidana penjara 3 tahun dan 6 bulan serta denda Rp30 miliar subsider 6 bulan kurungan. Vonis itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum, yakni pidana penjara 5 tahun dan denda Rp50 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Yu Hao didakwa melakukan penambangan tanpa izin pada bulan Februari-Mei 2024 di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Perbuatannya WNA asal China itu diduga merugikan negara hingga Rp1.020.622.071.358,00 (Rp1,02 triliun) akibat hilangnya cadangan emas sebanyak 774,274.26 gram (774,27 kilogram) dan perak sebesar 937,702.39 gram (937,7 kilogram).
[Redaktur: Alpredo Gultom]