WahanaNews.co, Jakarta - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, mengatakan bahwa tim Siber Mabes Polri dapat melakukan upaya tertentu pada rekaman CCTV di Polsek Kuranji yang merekam dugaan penganiayaan terhadap Afif Maulana (13) hingga tewas di Padang, Sumatera Barat.
Hal ini disampaikan karena Polda Sumbar mengklaim bahwa rekaman CCTV pada hari kejadian penganiayaan Afif dan kawan-kawan oleh polisi di Polsek Kuranji sudah tidak ada.
Baca Juga:
Pemkot Padang Raih Tiga Penghargaan Kemendag atas Perlindungan Konsumen
"Tidak ada salahnya jika tetap dilakukan upaya tertentu menggunakan teknologi oleh tim Cyber Mabes Polri, karena CCTV ini menjadi vital," ujar Taufik, melansir Kompas.com, Rabu (3/7/2024).
Taufik menekankan bahwa kasus dugaan penyiksaan harus ditangani dengan hati-hati dan teliti. Meskipun Polda Sumbar bergerak cepat dalam menangani kasus kematian Afif, Taufik berharap Mabes Polri dan Komnas HAM juga melakukan pemeriksaan.
"Penanganan serius untuk kasus dugaan penyiksaan perlu dilakukan karena kasus seperti ini memiliki karakteristik khusus. Penyiksaan melibatkan aparat penegak hukum, terjadi di tempat yang sulit diakses, dan biasanya hanya memiliki sedikit saksi," jelasnya.
Baca Juga:
Pemkot Padang Berikan Bantuan KRPL dan Bibit Buah untuk KWT Dukung Swasembada Pangan
"Penyelidikan tidak bisa hanya mengandalkan keterangan saksi dari aparat, harus didukung oleh alat bukti lainnya. Sayangnya, CCTV tidak lagi menyimpan data pada hari itu," lanjut Taufik.
Taufik juga meminta agar pengusutan kasus penyiksaan di Padang ini tidak hanya berfokus pada Afif saja, tetapi juga terhadap belasan teman Afif yang turut disiksa oleh polisi.
Dia menegaskan bahwa polisi yang terbukti menyiksa Afif dan kawan-kawan harus dikenakan proses pidana, bukan hanya pelanggaran etik.
"Penyiksaan bukan sekadar pelanggaran SOP, melainkan kejahatan," ujarnya.
Lebih lanjut, Taufik mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat melalui UU Nomor 5 Tahun 1998.
Artinya, kata dia, negara berkewajiban untuk memastikan tindak penyiksaan oleh aparat negara adalah kejahatan pidana yang harus diproses hukum pidana, dan wajib melakukan langkah-langkah progresif untuk menghentikan praktik penyiksaan.
Taufik mendesak negara untuk wajib memberikan pemulihan bagi korban penyiksaan.
Karena itu, Taufik mengatakan, dalam proses hukum yang sedang berjalan untuk dugaan penyiksaan terhadap Afif dan kawan-kawan, Kemenkumham wajib mengkoordinasikan pemulihan hak korban dan perlindangan saksi bagi korban tersebut dengan melibatkan LPSK, Komnas HAM, dan KPAI.
"Penanganan ini penting juga dilakukan selagi penyelidikan untuk kasus Afif Maulana tetap harus dilanjutkan. Dengan adanya keterlibatan lembaga-lembaga negara terhadap 18 korban ini maka dapat membantu juga upaya penelusuran terhadap kasus kematian Afif Maulana," imbuh Taufik.
Sebelumnya, Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Suharyono mengatakan, kamera CCTV di Mapolsek Kuranji, Padang, tidak merekam peristiwa yang terjadi di mapolsek tersebut pada Minggu (9/6/2024).
Seperti diketahui, ada dugaan siswa SMP berinisial AM (13), yang ditemukan tewas di Sungai Batang Kuranji, Padang, sempat dibawa ke Mapolsek Kuranji dan dianiaya.
"Hal itu dikarenakan batas maksimal penyimpanan hanya 11 hari. Ini berdasarkan keterangan ahli CCTV yang memeriksanya," kata Suharyono saat jumpa pers, Minggu (30/6/2024) di Mapolda Sumbar.
Suharyono mengatakan, berdasarkan keterangan ahli, CCTV Polsek Kuranji memiliki kapasitas penyimpanan 1 terabyte dengan batas maksimal penyimpanan 11 hari.
Sementara, rekaman CCTV di Mapolsek Kuranji diserahkan untuk pemeriksaan ke Propam Polda Sumbar pada 23 Juni 2024.
"Jadi hasilnya pemeriksaan CCTV itu tidak bisa memperlihatkan kejadian pada Minggu. Namun, demikian hasil dari pemeriksaan Propam ditemukan adanya pelanggaran disiplin personel," kata Suharyono.
Pelanggaran disiplin yang dimaksud adalah dalam menangani 18 terduga pelaku tawuran, berupa pemukulan, menyulut api rokok, dan penggunaan senjata kejut listrik.
Sebanyak 18 pelaku tawuran itu diamankan dari kawasan Jembatan Kuranji lalu dibawa ke Mapolsek Kuranji sebelum ke Mapolda Sumbar.
Polisi Buru Orang yang Memviralkan
Sementara itu, langkah Polda Sumatera Barat untuk mengejar orang yang memviralkan kasus penyiksaan Afif Maulana (12) di Padang, Sumatera Barat, dianggap tidak tepat dan merusak citra Polri.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan bahwa respons tersebut menunjukkan sikap reaksioner kepolisian terhadap keluhan masyarakat terkait pelayanan.
“Inilah akibat jika responsibilitas diartikan sebagai sikap tergesa-gesa dan reaksioner terhadap keluhan masyarakat mengenai pelayanan kepolisian,” ujar Bambang saat dihubungi pada Selasa (2/7/2024).
Menurut Bambang, langkah Polda Sumbar ini justru mempertanyakan profesionalitas mereka dan membuat Polri semakin dianggap tidak memenuhi harapan masyarakat.
“Penegakan hukum yang profesional adalah bagian dari perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat,” kata Bambang.
“Jika respons kepolisian bertentangan dengan harapan masyarakat, maka akan muncul pertanyaan, untuk siapa polisi sebenarnya bekerja?” lanjutnya.
Bambang menambahkan bahwa langkah yang tidak tepat ini juga membuat masyarakat semakin sulit membedakan antara oknum polisi yang melanggar dengan anggota profesional dan berintegritas di institusi Polri.
“Dan ini justru akan melemahkan spirit anggota polisi yang masih baik, memiliki integritas dan menjaga nama baik Polri,” sebutnya
Diberitakan sebelumnya, Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal Suharyanto di Padang mengatakan, pihaknya bakal mencari dan memeriksa orang yang memviralkan kasus Afif di media sosial.
Alasannya, Suharyanto berkata, narasi tersebut merupakan tuduhan yang berpotensi merusak citra institusi polisi.
Pihaknya merasa menjadi korban trial by the press atau pengadilan oleh pers terkait dengan berita viral kematian Afif.
"Dia (orang yang memviralkan) harus (memberi) testimoni, ’Apakah kamu benar melihat (kejadian), kamu kok ngomong begitu? Kamu, kan, sudah trial by the press, menyampaikan ke pers sebelum fakta yang sebenarnya cukup bukti atau tidak. Atau kamu hanya asumsi dan ngarang-ngarang’,” kata Suharyanto.
Adapun Afif adalah seorang pelajar berusia 13 tahun yang ditemukan meninggal di Sungai Kuranji, dekat jembatan Jalan Bypass, Padang, Sumatera Barat, Minggu (9/6/2024) pukul 11.55 WIB.
Saat ditemukan, jenazah Afif mengapung di sungai dengan luka lebam pada bagian punggung dan perutnya.
Dugaan kematian Afif akibat dianiaya polisi mencuat setelah keterangan 18 pemuda yang ditangkap anggota Sabhara yang berpatroli yang juga merupakan teman Afif.
Namun, Polda Sumbar membantah hal tersebut karena menyebut tidak ada saksi yang melihat penganiayaan itu.
Suharyono mengeklaim tidak ada Afif saat polisi menangkap 18 orang diduga hendak tawuran di Jembatan Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024).
"Polisi dituduh telah menganiaya seseorang sehingga berakibat hilangnya nyawa orang lain. Tidak ada saksi dan bukti sama sekali. Dalam penyelidikan terhadap 18 pemuda yang diamankan, tidak ada yang namanya Afif Maulana," jelasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]