WahanaNews.co | Sejarah Pemilihan
Presiden (Pilpres) langsung di
Indonesia sejak 2004 selalu memunculkan figur Calon Presiden
dari kalangan militer.
Pilpres 2024 pun diprediksi
sama. Bahkan, kali ini figur militer yang meramaikan bursa Capres lebih banyak dibanding sebelumnya.
Baca Juga:
Poin-Poin Alasan MK Hapus Presidential Threshold dan Dampaknya bagi Demokrasi
Sejauh ini, ada lima jenderal
TNI yang disebut-sebut punya kans nyapres. Tiga di antaranya jenderal bintang
empat, yakni mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika
Perkasa, dan Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko.
Sedangkan dua lainnya merupakan jenderal
bintang tiga, yakni Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Prabowo Subianto, dan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo.
Satu Capres berlatar belakang militer lainnya namun bukan
berpangkat jenderal yang juga berpeluang, yakni Mayor (Purn) Agus Harimurti
Yudhoyono (AHY).
Baca Juga:
Cegah Polarisasi dan Calon Tunggal, MK Hapus Syarat Presidential Threshold
Menarik menantikan siapa dari nama-nama
ini yang akan menjadi perwakilan kalangan militer di Pilpres nanti. Berikut
analisa singkat mengenai figur TNI yang diprediksi berpeluang menjadi Capres.
1. Gatot Nurmantyo
Nama Gatot Nurmantyo sudah muncul sebagai bakal Capres pada Pilpres 2019. Menjelang Pilpres 2024, namanya kembali disebut-sebut.
Hanya, pada sejumlah hasil survei yang
mengukur elektabilitas Capres,
Gatot belum meyakinkan. Posisinya di luar lima besar.
Misalnya, Gatot hanya menempati urutan 8
pada survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia (IPI) pada September
2020. Elektabilitas Gatot hanya 1,4%.
Apakah Gatot mampu mendongkrak
elektabilitasnya hingga tiga tahun ke depan?
Jawabannya, tergantung bagaimana dia
mampu menempatkan diri dan mengambil bagian dalam politik Tanah Air.
Bisa dengan masuk menjadi anggota
parpol, atau dengan berkontribusi untuk bangsa dengan aktif di organisasi.
Langkah Gatot masuk ke dalam barisan
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bisa jadi bagian dari ikhtiar
menjaga popularitas dan elektabilitasnya.
Dari sisi kapasitas kepemimpinan, Gatot sudah teruji karena pernah menjabat panglima
TNI. Dari sisi basis pendukung, Gatot juga punya cukup modal.
Gatot berpeluang merebut suara kalangan
umat Islam. Saat menjabat Panglima
TNI, Gatot sudah menunjukkan kedekatannya dengan kalangan Islam, terutama
dengan Kelompok 212.
Meski Gatot yang kini berusia 60 tahun
cukup populer sebagai bakal Capres,
persoalannya adalah dia tidak memiliki parpol pengusung, berbeda dengan Prabowo
dan AHY, yang memiliki Partai Gerindra dan Partai Demokrat. Ini yang bisa
mempersulit langkah Gatot masuk gelanggang Pilpres.
2. Prabowo Subianto
Dari sekian banyak figur militer yang
berpotensi maju Capres
pada 2024, kans terbesar dimiliki Prabowo Subianto.
Ada sejumlah alasan. Pertama, dari sisi
elektabilitas, mantan Danjen Kopassus ini masih di papan atas tokoh yang paling
diunggulkan jadi Capres.
Hasil survei IPI pada September 2020, elektabilitas Prabowo
nomor dua dengan 16,8%. Berdasarkan survei Populi Center pada November 2020,
elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra tersebut malah di posisi pertama
dengan 18,3%.
Sebenarnya, bukan hal yang mengejutkan
jika elektabilitas Prabowo masih moncer. Dengan modal Capres dua kali berturut-turut pada 2014 dan di 2019,
sangat lumrah jika elektabilitasnya masih tinggi.
Namun, apakah rating Prabowo tersebut
akan bertahan hingga 2024? Masih perlu pembuktian.
Salah satu keuntungan Prabowo adalah
saat ini dia punya "panggung" untuk menjaga pamornya.
Jabatan sebagai Menteri Pertahanan bisa
ia manfaatkan untuk menunjukkan kinerja yang baik agar dukungan publik terjaga.
Kedua, Prabowo memiliki partai. Artinya,
kendaraan politik untuk kembali maju Capres
bukan hal yang susah baginya.
Gerindra adalah partai terbesar ketiga di parlemen saat ini dengan 78
kursi. Sehingga, untuk mengusung capres-cawapres --meskipun nanti presidential
threshold tetap 20%-- Gerindra
hanya perlu koalisi
dengan satu atau dua partai.
Pilpres 2024 bisa disebut pertarungan
terakhir Prabowo. Pada 2024 nanti, pria
kelahiran 17 Oktober 1951 ini sudah berusia 73 tahun.
Jika kembali bertarung di 2024, itu
menjadi pertarungan keempat kalinya bagi Prabowo setelah pada 2009 juga maju
sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri.
Nasib baik bisa saja memihak Prabowo di Pilpres keempatnya. Terutama jika kabar bahwa dia akan
berpasangan dengan kader PDIP, Puan
Maharani, benar terjadi.
Sudah sering diperbincangkan rencana
duet Prabowo dengan Puan, yang
juga putri dari Ketua Umum PDIP,
Megawati Soekarnoputri, itu.
Duet Prabowo-Puan disebut-sebut
berpeluang besar memenangi pertarungan, karena
menggabungkan kekuatan dua parpol besar, yakni PDIP dan Gerindra.
Jika maju di Pilpres berkoalisi dengan PDIP, kans Prabowo memang
bisa mengecil. Ini tak lain disebabkan hilangnya sebagian basis pendukungnya,
terutama dari kalangan umat Islam.
Pemilih Prabowo di dua pilpres
sebelumnya berpotensi meninggalkannya sebagai bentuk kekecewaan atas masuknya
Prabowo ke dalam barisan pendukung pemerintahan Jokowi.
Kampanye negatif yang juga bisa
merugikan Prabowo, yakni
anggapan bahwa dia tidak pernah bisa memenangi Pilpres, terbukti sudah tiga kali maju namun selalu
gagal.
3. Andika Perkasa
Nama KSAD Jenderal Andika Perkasa mulai
disebut-sebut sebagai figur yang layak menjadi Capres atau Cawapres.
Muda dan memiliki karier militer yang cemerlang jadi alasan mengapa Andika
cukup diperhitungkan.
Andika berpeluang mendapat dukungan
Istana. Dia sosok yang cukup dekat dengan Jokowi karena pernah menjabat sebagai
Komandan Paspampres.
Nilai lebih jenderal bintang 4 ini
adalah statusnya sebagai menantu dari AM Hendropriyono --salah satu sosok berpengaruh di pemerintahan Jokowi
selain Luhut Pandjaitan.
Andika lahir pada 21 Desember 1964 atau
hampir berusia 57 tahun. Dengan usia yang lebih muda dibanding beberapa
seniornya di TNI, itu menjadi nilai plus.
Andika akan pensiun dari TNI pada 2023,
atau setahun jelang pilpres. Itu momentum bagus buatnya. Ada jeda waktu setahun
untuk menggalang kekuatan poliitik.
Nama Andika tentu akan semakin
diperhitungkan apabila nanti dia yang dipilih oleh Jokowi menjadi Panglima TNI
menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Andika bersama KSAL Laksamana TNI Yudo
Margono disebut-sebut paling berpeluang menjabat Panglima TNI berikutnya.
Sejauh ini elektabilitas Andika masih di
bawah seniornya, seperti
Gatot Nurmantyo atau Prabowo Subianto. Terlebih lagi dengan AHY.
Untuk memudahkan langkahnya menuju Pilpres, pilihan Andika adalah bergabung ke parpol,
atau justru membentuk parpol sendiri. Tanpa itu, langkah Andika maju Pilpres akan cukup berat.
4. Moeldoko
Meski tidak pernah secara
terang-terangan menyatakan berminat maju sebagai Capres, Kepala
Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko bisa saja
menyimpan keinginan itu. Seperti halnya jenderal TNI lainnya, mantan panglima
TNI ini juga punya kans untuk maju.
Moeldoko berpengalaman, karena pernah menjadi Panglima, dan
sejak setahun ini menjabat Kepala
KSP.
Moeldoko juga menjadi salah satu orang
kepercayaan Presiden Jokowi,
sehingga bukan tidak mungkin dia akan mendapat dukungan Istana.
Namun, dibanding dengan Gatot yang sudah
melakukan beberapa investasi politik, termasuk dengan aktif di KAMI, Moeldoko
cenderung masih adem ayem.
Karena itu, peluang jenderal TNI bintang
empat ini untuk meramaikan bursa Capres
tergolong lebih kecil dibandingkan yang lainnya.
5. Doni Monardo
Munculnya nama Doni Monardo sebagai figur Capres
tak lepas dari kiprahnya saat ini sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19.
Dari sisi kapasitas kepemimpinan, Doni
juga sangat teruji karena pernah menjadi Danjen Kopassus.
Dukungan publik juga sudah mulai muncul,
paling tidak tergambar dari hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) yang
dirilis Juni 2020.
Doni Monardo memperoleh elektabilitas
2,9%, bahkan lebih tinggi dari Gatot Nurmantyo 2,1%.
Namun, nama Doni yang juga Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana ini diperkirakan hanya akan meramaikan bursa Capres. Peluangnya untuk maju dinilai kecil.
6. Agus Harimurti Yudhoyono
Putra Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ini mundur dari militer pada 2016 untuk maju
bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2017. Ini
langkah pertamanya masuk dunia politik.
Gagal di Pilkada DKI, AHY terus menapaki karier politik dengan
mengambil alih tampuk kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat dari ayahnya, SBY.
Di Pilpres 2019, pria kelahiran 10
Agustus 1978 ini sempat masuk bursa Cawapres
untuk Prabowo.
Namun, karena deal politik tidak tercapai saat itu, AHY akhirnya gagal masuk
gelanggang.
Menatap Pilpres 2024, AHY boleh percaya diri. Berdasarkan hasil survei, dia termasuk
tokoh muda yang diperhitungkan.
Dia berada di posisi keenam Capres potensial berdasarkan survei IPI pada September
2020, dengan elektabilitas 4,2%.
Pilpres 2024 bakal menjadi ajang
pertarungan sesungguhnya bagi suami dari selebritas Annisa Pohan ini.
Usia muda dan faktor fisik yang menarik
menjadi modal besar AHY untuk terus mendongkrak elektabilitasnya, terutama
dalam menggaet pemilih usia muda atau milenial.
Meski secara usia dan karier AHY lebih
muda dibanding figur Capres
militer lainnya, namun berbicara peluang maju pilpres, AHY justru paling
berpeluang.
Dia punya Partai Demokrat sebagai
kendaraan. Jika pun tidak menjadi Capres,
dia punya posisi tawar saat membangun koalisi dengan parpol lain, minimal
mengincar posisi Cawapres. [dhn]