WahanaNews.co, Jakarta – Pengacara Lukas ENembe, Petrus Bala Pattyona mengatakan, mulanya Lukas bersikeras hanya mau menjalani cuci darah di Singapura.
Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe disebut sempat menolak menjalani tindakan medis cuci darah di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
Baca Juga:
Penyidik KPK Panggil Direktur PT RDG Airlines dalam Kasus Dugaan Suap
Sebelum ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus dugaan korupsi, Lukas memang berobat di Rumah Sakit Elizabeth Singapura.
“Beliau menolak sama sekali cuci darah di Indonesia. Dia maunya di Singapura,” kata Petrus saat ditemui awak media di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Selasa (26/12/2023) melansir Kompas.com.
Petrus menceritakan, pada 1 Oktober 2023 lalu, tiga dokter dan dua perawat dari Singapura akhirnya datang menemui Lukas di RSPAD. Mereka berdiskusi dengan Lukas dan tim kuasa hukumnya terkait tindakan medis yang dilakukan. Namun Lukas tetap menolak.
Baca Juga:
KPK Ungkap Tersangka Penyuap Eks Gubernur Papua Lukas Enembe Meninggal Dunia
“Tapi terakhir pernyataan dokter Singapura kira-kira begini, ‘maaf Bapak kalau tidak cuci darah tidak akan panjang umur’,“ ujar Petrus menirukan pesan dokter tersebut.
Malam harinya, Lukas kemudian berbicara dengan istrinya, Yulce Wenda dan kedua anak mereka. Sikap Lukas kemudian berubah. Ia bersedia menjalani cuci darah di RSPAD Gatot Soebroto.
“Maka sejak 1 Oktober sampai hari ini, beliau sudah cuci darah kurang lebih sebanyak 15 kali. Terakhir hari Jumat 22 (Desember),” kata Petrus.
Sebelumnya, Petrus menyebut Lukas meninggal dunia setelah divonis menderita gagal ginjal. Politikus Partai Demokrat itu juga disebut menderita stroke dan jantung.
Lukas dinyatakan meninggal dunia pukul 10.45 WIB. Sebelum mengembuskan napas terakhir ia sempat meminta untuk berdiri.
Lukas merupakan terdakwa kasus suap dan gratifikasi dan menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang perkaranya tengah ditangani KPK.
Menurut Petrus, putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menyatakan Lukas tetap menjalani perawatan sampai dinyatakan sembuh. PT DKI Jakarta juga mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan 8 tahun menjadi 10 tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 tahun,” demikian bunyi putusan dikutip dari laman Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Kamis (7/12/2023).
[Redaktur: Alpredo Gultom]