WahanaNews.co, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh pihak yang mendukung Moeldoko dalam perselisihan kepemimpinan Partai Demokrat.
Para pendukung Moeldoko juga memberikan tanggapan terhadap putusan MA.
Baca Juga:
Kasus Suap Hasbi Hasan, KPK Periksa Petinggi Demokrat
Saiful Huda Ems, yang merupakan Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Moeldoko, mengungkapkan bahwa keputusan MA yang menolak PK tidak terlalu mengejutkan.
Menurutnya, sejak awal sudah ada tanda-tanda ketidakberesan dalam proses perjuangan untuk mengakui kepengurusan Partai Demokrat yang berasal dari Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang.
Saiful juga menyoroti poin pertama, yaitu keputusan sengketa terkait kepemimpinan partai yang akhirnya dibawa hingga mendapatkan pengesahan kepengurusan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
Baca Juga:
Daftar Lengkap 580 Anggota DPR Terpilih 2024-2029 Bakal Ikuti Pelantikan Hari Ini
"Harusnya hal tersebut tidak semestinya dilakukan oleh Menkumham sebagai pejabat pemerintah, karena hal itu akan menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest)," kata Saiful, melalui keterangannya, dikutip Jumat (11/8/2023).
Namun, ia mengakui bahwa proses pengesahan yang dilakukan oleh Menkumham didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Partai Politik.
Meskipun demikian, ia menggunakan perbandingan dengan situasi di Jerman sebagai contoh, di mana terdapat pemisahan antara Pemerintah (Regierung) dan Aparatur Negara (Verwaltungsstaat).
Ia menjelaskan bahwa dalam konteks Jerman, kebijakan yang berkaitan dengan masalah publik, seperti pengesahan kepengurusan partai politik, ditetapkan oleh pejabat dalam aparat administrasi negara atau pihak yang melayani kepentingan publik.
"Bukan oleh menteri yang merupakan pembantu presiden atau representasi dari pemerintah," jelas Saiful.
Menurut dia, mestinya dari awal yang memutus sah tidaknya kepengurusan parpol adalah Pengadilan Administrasi Negara seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Saiful mengaitkan akar konflik internal dalam Partai Demokrat dengan pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang dilakukan oleh pihak yang mendukung kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Ia mengungkapkan bahwa kelompok yang dikelola oleh AHY telah mengubah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai dengan cara yang tidak sesuai dengan peraturan dalam Undang-Undang Partai Politik.
"Nah, apa yang kami lakukan dengan menyelenggarakan KLB, adalah reaksi dari itu semua. Sayangnya para pihak yang berwenang memutus perkara ini tidak terlalu tanggap dan jeli," tutur Saiful.
Pun, dia menyoroti keras pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mencuat beberapa waktu lalu sebelum putusan MA. Bagi dia, omongan Mahfud seolah mengintimidasi hakim MA.
"Dengan mengatakan mereka mabok kalau sampai memenangkan PK Moeldoko. Bagi saya ini tindakan yang selain kurang arif dan bijaksana, juga menyalahi prinsip etika pejabat pemerintah yang benar," ujarnya.
Saiful mengingatkan Mahfud karena caranya seperti itu tak adil. Ia menuturkan dalam trias politica jelas memisahkan kewenangan antara eksekutif dan yudikatif.
"Apa yang dilakukan oleh Menko Polhukam itu bagi saya sudah masuk ke ranah intervensi," sebut Saiful.
Namun, terlepas dari itu, Saiful menyampaikan secara gentle terkait putusan MA. Dia menuturkan putusan MA yang menolak PK pihaknya adalah bagian pertarungan politik.
"Tidak masalah, karena dalam pertarungan politik keputusan kalah ataupun menang sesungguhnya bukanlah tujuan, melainkan benar ataupun salahnya," katanya.
Saiful juga menyampaikan ucapan selamat kepada Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta kepada AHY atas kemenangan dalam kasus ini.
"Ia mengucapkan selamat kepada Mas Agus Harimurti Yudhoyono dan seluruh anggota kepengurusan Partai Demokrat," katanya.
Dia berharap bahwa kelompok yang mendukung AHY akan terus mempertahankan semangat dalam melanjutkan perjuangan politik untuk mewujudkan masa depan Indonesia yang demokratis, beradab, dan maju, walaupun mereka berada dalam jalur perjuangan yang berbeda.
"Saya berharap semangat ini akan terus terjaga," ujar Saiful, yang juga memiliki profesi sebagai seorang pengacara.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]