MA memerintahkan kepada panitera MA untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada percetakan negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara.
"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta," lanjutnya.
Baca Juga:
Hana Hanifah Diperiksa Penyidik Polda Riau
Alasan MA
Menurut MA, pada prinsipnya penormaan jangka waktu lima tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang dipandang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya.
Hal tersebut sebagaimana Putusan MK Nomor: 87/PUU-XX/2022 dan Putusan MK Nomor: 12/PUU-XXI/2023. Dengan jangka waktu tersebut, masyarakat dapat menilai calon yang akan dipilihnya secara kritis dan jernih.
Baca Juga:
Koordinasi Via Grup WA 'Time Zone', Penguntitan Jampidus oleh Densus 88 Jadi Misi Khusus
Namun dalam aturannya, KPU justru meniadakan masa jeda 5 tahun bagi eks terpidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif.
Dengan berpandangan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa, terang MA, maka pidana tambahan berupa pencabutan hak politik merupakan penambahan efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi. Atas dasar itu, menurut MA, seharusnya KPU menyusun persyaratan yang lebih berat bagi pelaku kejahatan yang dijatuhi pidana pokok dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.
Berdasarkan alasan tersebut, MA berpendapat objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g UU 7/2017 tentang Pemilu yang telah ditafsir dengan Putusan MK Nomor: 87/PUU-XX/2022 dan Nomor: 12/PUU-XXI/2023.