WahanaNews.co, Medan | EKT adalah jaksa pemeras yang videonya viral di media sosial. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, Idianto menegaskan sudah memecat EKT.
Idianto menegaskan, bahwa setelah dipecat, EKT bukan jaksa lagi. Namun, pemecatan ini ternyata hanya pada jabatan EKT saja. Dia masih berdinas di lingkungan kejaksaan, meski hanya sebagai pegawai biasa.
Baca Juga:
Skandal Pemotongan Dana BOK, Kejati Sumut Tahan Eks Kadinkes Tapanuli Tengah
"Sudah saya pecat kemarin. Dan dia bukan jaksa lagi," kata Idianto, saat pemberian remisi di Lapas Klas IA Tanjunggusta Medan, Kamis (17/8/2023), seperti dilansir dari Tribun-Medan.com, Sabtu, (19/8/2023). Idianto menegaskan, bahwa saat ini EKT cuma pegawai biasa. "Statusnya sekarang hanya pegawai tetap," katanya.
Daftar Jaksa Bermasalah di Sumut
1. Jaksa Kejari Batubara, EKT
Baca Juga:
Bakti Sosial Kejati Sumut: Memeriahkan HBA dan HUT IAD
Ada jaksa Kejari Batubara EKT, yang saat ini proses pemecatannya tengah diproses Kejati Sumut. EKT ketahuan melakukan pemerasan kepada Sarlita, orangtua tersangka narkoba berinisial MRR. Saat pertama kali meminta uang, EKT meminta Sarlita menyiapkan Rp 100 juta. Namun Sarlita tidak mampu, hingga disepakati uang yang akan disetor Rp 80 juta.
Setelah uang diserahkan sebanyak Rp 35 juta, Sarlita sadar dirinya menjadi korban pemerasan. Sarlita kemudian melapor ke Kejati Sumut, dan video oknum jaksa EKT saat meminta uang tersebar. Dalam perkara ini, oknum jaksa EKT tidak sendirian. Ada tiga oknum Polres Batubara yang diduga terlibat.
Mereka yang terlibat adalah Aiptu FZ, Aipda DI dan Bripkda DD. Ketiganya mendapatkan uang dengan nilai bervariasi. Aiptu FZ mendapat Rp 8 juta, Aipda DI dan Bripka DD masing-masing sebesar Rp 3 juta. Belakangan, Kapolres Batubara, AKBP Jose D.C Fernandes membantah anak buahnya terlibat. Jose bilang yang melakukan dugaan pemerasan hanya jaksa saja.
2. 10 Jaksa Kejari Asahan Dilaporkan Melakukan Pemerasan
10 oknum jaksa Kejari Asahan dilaporkan melakukan dugaan pemerasan terhadap keluarga tersangka narkoba dan pencurian. Adapun ke 10 oknum jaksa Kejari Asahan yang dilapor ke Kejati Sumut itu yakni FS, RH, CS, RT, B, G, E, HM, NF, dan S.
Kajati Sumut, Idianto mengatakan pemeriksaan terhadap ke 10 anak buahnya ini masih berjalan. Ia mengatakan tim pemeriksa tengah memintai keterangan para saksi. Dalam menjalankan aksinya, para jaksa nakal ini tidak hanya meminta uang, tapi ada juga yang meminta mobil.
3. Jaksa Kejari Tebingtinggi Minta Uang 'Vitamin'
Oknum jaksa Kejari Tebingtinggi bernama Edwin Anasta Oloan Tobing atau Edwin Tobing diduga melakukan jual beli perkara modus minta 'uang vitamin'. Jaksa Edwin Tobing minta uang Rp 4,5 juta, yang nantinya akan dibagi kepada sejumlah jaksa, yang menangani perkara penganiayaan. Sebab, kepada korbannya, Edwin Tobing menyebut kalimat "kami", yang merujuk pada tim jaksa Kejari Tebingtinggi.
Kasus dugaan jual beli perkara ini terbongkar tatkala rekaman percakapan antara jaksa Edwin Tobing dan keluarga dari wanita bernama Wanda Sri Wardani beredar. Diketahui, Wanda Sri Wardani adalah tersangka dalam kasus penganiayaan.
Wanda Sri Wardani sebelumnya dilaporkan oleh Susilawati ke Polres Tebingtinggi. Dalam perkara ini, Wanda Sri Wardani sebenarnya juga melaporkan Susilwati. Anehnya, hanya perkara Wanda Sri Wardani yang lanjut, hingga pelimpahan tahap dua. Sementara laporan terhadap Susilawati, belum berlanjut.
Singkat cerita, dalam percakapan by phone antara jaksa dan keluarga Wanda, kedua belah pihak sepakat bertemu di Kedai Kopi Kopang - Jalan Dr Sutomo, Kota Tebingtinggi, pukul 12.00 WIB lewat. Jaksa Edwin meminta percakapan jangan melalui telepon karena khawatir disadap.
Namun pembicaraan terus berjalan. Terekam suara bahwa jaksa Edwin Tobing menjanjikan bisa memenuhi permintaan keluarga Wanda Sri Wardani, yang mana ingin agar Susilawati bisa ikut ditahan dan menjalani proses hukum seperti Wanda.
4. Mantan Kasi Intel Kejari Siantar Diduga Akali Hasil Audit Dugaan Korupsi
Bas Faomasi Jaya Laia, oknum jaksa Kejagung RI, yang merupakan mantan Kasi Intelijen Kejari Siantar diduga memanipulasi data kerugian kasus dugaan korupsi proyek jembatan di Kota Siantar. Karena ketahuan diduga mengakali kerugian negara dugaan korupsi tersebut, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kemudian turun tangan.
Menurut hasil audit BPK RI pada April 2020 lalu, kerugian negara pada proyek jembatan VIII Sta 13+441 sampai dengan Sta 13+436 di Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Siantar itu mencapai Rp 2,9 miliar, dari pagu anggaran Rp 14,4 miliar.
Namun, oleh Bas Faomasi Jaya Laia, kerugian negara tersebut diubah menjadi Rp 304 juta. Angka Rp 304 juta itu dibuat Bas Faomasi Jaya Laia setelah menggandeng Politeknik Negeri Medan (Polmed). Perubahan kerugian negara ini bahkan tak diketahui Kejari Siantar, apakah telah disingkronkan dengan temuan BPK RI yang muncul di awal kasus.
5. Jaksa di Tapsel Diduga Terlibat Mafia Tanah
Oknum jaksa di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, diduga terlibat dalam dugaan kasus mafia tanah. Dia kini telah diperiksa oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung RI.
"Satu laporan (kasus mafia tanah) dari Tapanuli Selatan diteruskan ke Jamwas. Karena laporan diduga ada oknum jaksa yang ikut bermain," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah kepada wartawan, Kamis (20/1/2022).
Namun, dia tidak menjelaskan identitas jaksa yang diduga terlibat kasus mafia tanah tersebut. Sebaliknya, dia juga tak menjelaskan secara rinci terkait perkara yang dimaksudkan.
6. Jaksa Kejari Tanjungbalai Diduga Palsukan Dokumen Korupsi
Oknum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai bernama Joharlan dilaporkan ke Polda Sumut. Selain dilaporkan ke Polda Sumut, Joharlan juga dilaporkan ke Komisi Kejaksaan dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Menurut Daman Sirait, anggota DPRD Tanjungbalai, JPU Joharlan diduga memalsukan dokumen tanda tangan miliknya.
Adapun pemalsuan dokumen tanda tangan itu terjadi dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) kasus dugaan korupsi proyek jalan lingkar di Kecamatan Sei Tualang Raso, Kota Tanjungbalai.
7. Jaksa Kacabjari Labuhan Deli Memeras
Oknum jaksa Cabjari Labuhan Deli bernama Berkat dituding memeras keluarga tersangka penadah motor. JPU berkat meminta uang Rp 30 juta kepada Muthia, istri tersangka penadah motor bernama Adi. Oknum jaksa itu sempat diperiksa, tapi belum jelas hasilnya sampai saat ini.
Pada Senin, (15/5/2023) lalu, Perintah Jaksa Agung RI disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana di Jakarta.
"Kalau dalam pemeriksaan pengawasan ditemukan unsur tindak pidana pemerasan atau permintaan sejumlah uang, nanti akan diarahkan ke tindak pidana," kata Ketut.
Ketut menyebut saat ini jaksa EKT sedang menjalani pemeriksaan pengawasan di Kejati Sumatera Utara. Oknum jaksa tersebut juga telah dicopot sementara dari jabatannya dan sudah dipindahkan ke Kejati Sumut dalam rangka pemeriksaan pengawasan.
"Saya sampaikan bahwa Jaksa Agung tidak segan-segan untuk menindak anak buahnya di mana pun berada terkait dengan perbuatan tercela dan tindakan perbuatan melanggar hukum. Apabila mengarah ke arah pidana, tentu akan diproses secara pidana," ujarnya.
Masih maraknya oknum jaksa yang nakal menjadi perhatian publik. Kejaksaan Agung, kata Ketut, memiliki pengawasan dan pencegahan agar tidak ada lagi jaksa yang berani bermain-main dengan kasus.
Upaya pencegahan, mulai dari imbauan yang disampaikan Jaksa Agung kepada seluruh jajarannya agar tidak berbuat melanggar hukum, menyalahgunakan wewenang, terlibat penyalahgunaan narkoba, termasuk perkara-perkara terkait dengan restorative justice.
"Sudah sangat tegas Jaksa Agung apabila ada ditemukan yang seperti itu akan ditindak tegas," ujar Ketut.
[Redaktur: Alpredo Gultom]