Oleh AIRLANGGA PRIBADI KUSMAN
Baca Juga:
Daftar Wilayah PPKM Level 4 Serta Aturan yang Berlaku
KESELAMATAN warga adalah hukum
tertinggi atau salus populi suprema lex.
Adagium politik republikanisme awal warisan Republik Romawi
kuno ini sangat penting menjadi pedoman saat negara kita menghadapi gempuran
besar virus Covid-19.
Baca Juga:
Covid-19: Daerah PPKM Level 4 Bertambah
Pada ruang publik kita, penerjemahan adagium ini dalam
penanganan virus korona secara kritis kerap diterjemahkan dalam pandangan
negara harus mempertaruhkan sebesar-besarnya bagi kesehatan warga dan
mengesampingkan inisiatif kebijakan ekonomi.
Meski demikian, realitas sosial tidak sesederhana yang
dibayangkan.
Ibarat saat kita berjalan dengan kaki kanan dan kaki
kiri, aspek kesehatan warga dan ekonomi bangsa adalah dua sisi yang harus
dipertimbangkan bersama-sama untuk merawat daya hidup warga.
Apabila merujuk pada catatan dari Worldometer, jumlah warga terpapar Covid-19 di Indonesia per Jumat,
27 Agustus 2021, yang memperlihatkan angka 4.043.736 warga terpapar dengan
angka kesembuhan 3.669.966 jiwa dan angka kematian 130.182 jiwa, tentu kita
menghadapi persoalan kesehatan warga yang serius.
Sebelumnya, data per 16 Juli 2021 masih memperlihatkan
angka warga terpapar 2.726.803 kasus, dengan angka kesembuhan 2.176.412 jiwa
dan angka kematian 70.192 jiwa.
Menurut laporan Bank Dunia 2021, Indonesia turun dari
negara berpendapatan menengah atas pada 2020 menjadi negara berpendapatan menengah
bawah pada 2021 dengan pendapatan per kapita 3.870 dollar AS per tahun.
Menghadapi persoalan di atas, keseimbangan untuk
menjaga kesehatan warga dan pemulihan ekonomi nasional akan menjadi ukuran daya
tahan negara.
Keseimbangan yang berbekal pada navigasi akal sehat,
yakni etika keadilan, pengelolaan sumber daya yang seimbang, dan strategi
kebijakan terencana dan transparan.
Kesemuanya bertujuan untuk memulihkan kepercayaan
warga.
Tampilnya ukuran-ukuran triadic navigasi akal sehat di atas
menjadi relevan saat masuk dalam problem konkret dalam ilustrasi kasus-kasus
secara spesifik, seperti dilema antara vaksin gratis dan vaksin gotong royong
maupun reorientasi ekonomi nasional di tengah kondisi krisis.
Vaksinasi Berkeadilan
Salah satu kontroversi yang sedang kita saksikan saat
ini adalah terkait penanganan virus Covid-19, terkait dilema antara pilihan
kebijakan vaksin gotong royong vis a vis kebijakan vaksinasi gratis.
Vaksinasi gotong royong adalah vaksinasi berbayar yang
beban pembiayaannya diserahkan kepada perusahaan untuk memvaksinasi para
pekerjanya.
Salah satu arus utama argumen publik yang mengecam
kebijakan vaksin gotong royong dan mengedepankan vaksinasi massal secara gratis
adalah tak sepantasnya negara mengambil keuntungan komersial dengan membebani
warga yang tengah menghadapi serangan virus untuk membayar vaksin.
Manifestasi etika keadilan dalam kebijakan vaksin
semestinya dengan tidak menyetarakan perlakuan bagi kalangan yang memiliki
kemakmuran berlebih (sektor bisnis) dengan mereka yang berada pada kondisi
rentan secara ekonomi.
Etika keadilan yang menjadi navigasi kebijakan adalah
bahwa bagi mereka yang mampu, terutama kalangan mampu dari sektor bisnis, sudah
seharusnya membayar vaksin untuk mencegah penyebaran virus Covid-19, dan
fasilitas vaksinasi gratis diberikan sepenuhnya untuk memenuhi hak-hak
kesehatan dari warga yang kurang mampu.
Apabila kalangan yang memiliki kemakmuran lebih
mengambil opsi vaksinasi gotong royong, mereka sudah menunjukkan sikap
solidaritasnya, dengan memberikan fasilitas vaksin gratis kepada saudaranya
warga negara yang kurang beruntung.
Informasi terkini mengabarkan, sejak Desember 2020
sampai saat ini pemerintah telah mendatangkan sekitar 370 juta dosis vaksin dan
masih berusaha mendapatkan tambahan pasokan vaksin hingga mencapai total 430 juta
dosis.
Sementara estimasi anggaran untuk program distribusi
vaksin, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, lebih dari Rp 74
triliun.
Apabila kita mempertimbangkan navigasi alokasi sumber
daya secara tepat, anggaran dapat dialokasikan kepada program lain yang tidak
kalah mendesaknya, seperti meredistribusikan lebih masif program swab test kepada seluruh lapisan masyarakat dan membentuk infrastruktur untuk perawatan
pasien Covid-19 di berbagai wilayah Nusantara.
Kalkulasi di atas berlaku dengan syarat vaksinasi
gratis harus berkualitas dan pelaksanaannya segera dan merata.
Reorientasi Ekonomi
Ketika kita menghadapi gempuran Covid-19, daya tahan
kita sebagai bangsa diserang, baik secara ekonomi maupun kesehatan secara
simultan.
Yang harus dilakukan negara adalah menjaga agar kebijakan
kesehatan dan ekonomi saling menunjang satu sama lain.
Sebagai contoh, ketika warga menghadapi krisis
kesehatan, kebijakan pembatasan sosial warga yang dikedepankan harus
mempertimbangkan juga kekuatan logistik pangan dan sebarannya, di mana ini
terkait dengan problem ekonomi.
Untuk mempertahankan sektor pertanian sebagai penopang
ekonomi kerakyatan ataupun penjaga ketahanan kesehatan warga dalam menghadapi
krisis ekonomi, penting bagi pemerintah menjaga ketahanan petani sekaligus
mengintegrasikan arah pertanian dalam rangkaian rantai ekonomi digital.
Sektor ekonomi pertanian dan ketahanan pangan, menurut
data BPS 2020 kuartal ketiga, adalah sektor ekonomi yang paling kuat.
Meski demikian, di sejumlah tempat, petani tomat di
Boyolali, petani gabah padi di Buton (Sulawesi Selatan), petani cabai di lereng
Merapi, dan nelayan di Lamongan, tidak luput dari krisis akibat terhentinya
serapan pasar dan rendahnya nilai jual.
Formulasi kebijakan negara terkait dengan hal itu,
selain memberikan bantuan modal dan keringanan angsuran kredit, juga
mempertimbangkan agar ekonomi pasar dapat berfungsi membantu yang lemah.
Rangkaian kebijakan yang terencana dan transparan
berbasis teknologi digital dan maksimalisasi kolaborasi berbasis governance menjadi kunci.
Ilustrasi dari kebijakan seperti ini, seperti
penyiapan lumbung pangan untuk menghubungkan rangkaian suplai kebutuhan pokok (supply
chain) dan permintaan warga yang dibangun dengan koordinasi
pemerintah pusat dan daerah maupun kolaborasi sektor publik dan privat (public
private partnership), akan menjadi kunci
pemulihan ekonomi yang sejalan dengan agenda pertahanan kesehatan warga.
Pada akhirnya segenap rangkaian kebijakan untuk
menangani problem ketahanan kesehatan dan ekonomi bangsa menegaskan bahwa baik
kesehatan maupun ekonomi adalah ibarat dua sisi dari satu koin mata uang yang
sama.
Rangkaian kebijakan yang menjaga keseimbangan
kesehatan dan ekonomi pertama-tama ditujukan untuk merawat kepercayaan warga.
Keberhasilannya ditentukan oleh dua prasyarat, yakni
hadirnya kepemimpinan yang sigap dan tahan banting dalam merumuskan berbagai
kebijakan dan teratasinya kondisi problematik ekonomi-politik kita, yakni
pembajakan ekonomi rente dalam rantai kebijakan bernegara. (Airlangga Pribadi
Kusman, Pengajar Departemen Politik FISIP
Universitas Airlangga, PhD Ekonomi-Politik Murdoch University)-dhn
Artikel ini sudah tayang di Kompas.id dengan judul "Mendayung di Antara Kesehatan dan Ekonomi".
Klik untuk baca: www.kompas.id/baca/opini/2021/08/28/mendayung-di-antara-kesehatan-dan-ekonomi/.