WahanaNews.co | Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution, atau yang akrab disebut AH Nasution, selama ini dikenal sebagai satu-satunya penyintas dari perwira TNI Angkatan Darat yang menjadi sasaran Gerakan 30 September, yang dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia.
AH Nasution memang dianggap wajar jika menjadi sasaran G30S, sebab dia merupakan salah satu tokoh sentral di Angkatan Darat.
Baca Juga:
Kapuspen TNI Bantah Perwiranya Jadi Beking Tersangka Perundungan Anak SMA di Surabaya
Tidak banyak yang tahu bahwa jenderal besar berbintang lima ini juga dikenal sebagai perwira yang menjadi konseptor perang gerilya untuk kalangan akademisi militer.
Pokok-pokok Gerilya (1953) atau Fundamentals of Guerrilla Warfare adalah salah satu buku AH Nasution yang kini sudah terkenal di kalangan militer sedunia.
Buku itu ditulis berdasarkan pengalaman Nasution yang berjuang dan mengorganisasi perang gerilya selama masa Agresi Militer Belanda I.
Baca Juga:
Skandal Judi Online: 4.000 Prajurit TNI Kena Sanksi, Danpuspom Beri Peringatan Keras
Bahkan, buku tersebut sudah menjadi salah satu buku bacaan wajib akademi militer di sejumlah negara.
"Di dalam buku ini adalah pokok-pokok yang ditulis dalam perintah kilat bagaimana cara kita begerilya," kata peneliti sejarah Nasution, Kolonel (Purn) Nasikhah, seperti dikutip dari acara Singkap di Kompas TV, Kamis (17/10/2019).
"Dengan panduan buku gerilya ini maka para TNI bisa mempertahankan wilayah Republik Indonesia," ujar dia.
Dari Guru Beralih ke Militer
Dikutip dari laman Pusat Sejarah TNI, sebelum masuk ke dunia militer, Pak Nas atau panggilan akrab AH Nasution, pernah menjadi guru di Bengkulu dan Palembang.
Namun, pria kelahiran Sumatera Utara pada 3 Desember 1918 itu merasa kurang cocok dengan profesi guru, kemudian mengikuti pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung pada tahun 1940-1942.
Sejak tahun 1945, AH Nasution aktif menjadi tentara di Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Indonesia.
Pada 1948, ia menyandang pangkat kolonel dan menjabat sebagai Kepala Staf Komandemen TKR I/Jawa Barat.
Abdul Haris Nasution juga menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) melalui Surat Penetapan Kementerian Pertahanan Nomor 126/MP/1949 tanggal 10 Desember 1949 dengan pangkat kolonel.
Pada 1958, AH Nasution menjadi Menteri Keamanan Nasional/KSAD.
Di tahun 1962, ia diangkat sebagai Menteri Koordinator (Menko) Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata dengan pangkat jenderal.
Selain itu, di awal era Orde Baru, ia pun dipilih sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Konseptor Perang Gerilya
Pemikiran, konsep, dan ide dari AH Nasution yang dituangkan dalam buku Pokok-pokok Gerilya dimulai pada masa agresi militer Belanda.
Saat itu, strategi linier yang digunakan pasukan TNI tidak berhasil sehingga mudah diterobos oleh pasukan Belanda.
AH Nasution pun memiliki gagasan untuk menyusun dan menerapkan konsep perang gerilya.
Tujuannya untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perang gerilya adalah perang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, berpindah-pindah dan penuh kecepatan.
Sebab, menurut Nasution, serbuan dari pasukan Belanda tidak mungkin ditahan.
Sehingga, tindakan yang paling mungkin dilakukan adalah memperlambat serangan musuh.
AH Nasution saat itu menyadari persenjataan TNI dan strategi konvensional tidak akan mampu menghadapi Belanda sehingga diperlukan adanya kantong-kantong gerilya.
Maka itu, dibentuklah daerah pertahanan (wehrkreise) untuk menghadapi tentara Belanda yang lebih kuat persenjataannya.
Menulis Banyak Buku
Selain menulis buku Pokok-pokok Gerilya, Pak Nas juga pernah menyusun konsep perang territorial.
Sejak tahun 1960 pun konsep teritorial itu resmi digunakan TNI AD sebagai doktrin pertahanan nasional.
Di masa tuanya, AH Nasution pun masih aktif menulis memoar atau pengalaman hidup dan perjuangannya di awal masa Kemerdekaan Indonesia.
Putri sulung Pak Nas, Hendrianti Sahara Nasution, mengungkapkan, sejak dahulu ayahnya memang gemar membaca dan menulis buku.
"Beliau berpikir, mungkin pengalaman beliau itu bisa jadi pelajaran dan memang beliau itu bukunya memang dipakai. Beliau kalau tidak salah ada 70-80 judul dari beliau dan itu beliau tulis sendiri," ujar Hendrianti, seperti dikutip dari acara Singkap di Kompas TV.
AH Nasution diketahui sudah wafat karena sakit pada 6 September 2000 di Jakarta.
Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Semasa hidupnya, ia juga mendapatkan banyak penghargaan dan tanda jasa karena kehebatannya dalam bidang militer dan politik. [qnt]