WahanaNews.co | Penyidik Koneksitas Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan tidak menahan Kolonel Czi (Purn) CW AHT, walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP-AD) 2013-2020. Penahanan tak dilakukan karena posisi CW AHT kooperatif dan berada di Jakarta.
"Posisinya di Jakarta, masih kooperatif kita sudah lakukan pemanggilan. Hari ini juga sudah dilakukan pemeriksaan 11 saksi, yang kita periksa hari ini," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana saat jumpa pers secara virtual, Selasa (23/4).
Baca Juga:
Polisi Ungkap Motif Ivan Sugianto Paksa Siswa SMA Sujud-Menggongong
Pada kesempatan yang sama, Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM-Pidmil) Brigjen Edy Imran menjelaskan alasan tidak ditahannya CW. Lantaran menunggu surat pemberitahuan kepada atasan yang berhak menghukum (ankum) CW.
"Kebetulan ankum, atasan yang berhak menghukum, dari tersangka ini sedang berada di luar negeri. Sehingga kita tidak bisa mendelegasikan surat perintah penahanan," ujar dia.
Kendati demikian, Edy memastikan dalam waktu dekat pihaknya akan segera menahan CW. Pihaknya menargetkan penahanan sementara terhadap CW dilakukan Selasa (29/3) pekan depan.
Baca Juga:
Korupsi Suap Proyek Jalur Kereta, KPK Tetapkan Pejabat BPK Jadi Tersangka
"Jadi saya sampaikan jangan mempersulit persidangan, jangan mempersulit pemeriksaan," pungkasnya.
Diketahui, CW menjadi tersangka kedua dari unsur militer dalam perkara itu. JAM-Pidmil selaku koordinator penyidik koneksitas telah menetapkan Brigjen YAK selaku Direktur Keuangan TWP-AD, Direktur Utama PT Griya Sari Harta berinisial NPP, dan penyedia lahan perumahan prajurit berinisial KGS MMS sebagai tersangka.
Brigjen YAK dan NPP merupakan tersangka dugaan korupsi penempatan investasi dana TWP-AD. Sementara KGS MMS dan CW menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan lahan perumahan prajurit.
Yang dalam kasus ini, telah diduga melakukan penyimpangan atas Perjanjian Kerjasama untuk pengadaan lahan di Nagreg, dan Gandus yang ditaksir membuat kerugian negara mencapai Rp 59 miliar. [rin]