Selain itu, Titi menekankan pentingnya partai dalam mengelola internalnya agar lebih solid.
Partai yang hanya mengandalkan figur individu tanpa struktur kelembagaan yang kuat akan sulit bersaing dengan partai yang lebih mapan.
Baca Juga:
UU TNI Baru Berumur Sehari, Mahasiswa UI Ajukan Uji Formil
Putusan ini juga menjadi peringatan bagi partai agar lebih menghormati suara rakyat. Praktik mengganti caleg terpilih secara sembarangan, seperti yang terjadi di Pemilu 2019 dan 2024, dinilai mencederai demokrasi.
Kasus pemecatan Misriyani Ilyas dari Partai Gerindra pada Pemilu DPRD Provinsi Sulawesi Selatan 2019, serta pemecatan Ach Gufron Sirodj, Mohammad Irsyad Yusuf, dan Ali Ahmad dari PKB pada Pemilu 2024 yang kemudian dikoreksi oleh Bawaslu RI, menjadi contoh nyata bagaimana caleg bisa dicopot demi kepentingan politik tertentu.
Putusan ini dikeluarkan dalam sidang perkara nomor 176/PUU-XXII/2024 yang digelar di MK pada Jumat (21/3/2025). Gugatan ini diajukan oleh tiga mahasiswa, yakni Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Wianda Julita Maharani.
Baca Juga:
PSU Pilbup Gorontalo Utara 2024 Dijadwalkan Digelar pada 19 April 2025
MK dalam pertimbangannya menegaskan bahwa fenomena caleg terpilih yang mundur demi Pilkada tidak sehat bagi demokrasi.
Lebih dari itu, fenomena ini juga membuka peluang terjadinya politik transaksional yang bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
"Tindakan caleg terpilih yang mengundurkan diri demi mencalonkan diri dalam Pilkada berpotensi mendegradasi prinsip pemilu yang jujur dan adil. Oleh karena itu, Mahkamah memandang hal ini sebagai pelanggaran terhadap hak konstitusional pemilih sebagai pemegang kedaulatan rakyat," ujar MK dalam putusannya.