WAHANANEWS.CO, Jakarta - Fakta-fakta baru terus terungkap dalam penyelidikan kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, yang ditemukan tewas dengan kepala terlakban di kamar kosnya, Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat.
Pada Kamis (31/7/2025), terkuak percakapan antara istri Arya Daru, Meta Ayu Puspitantri, dengan penjaga kosan, Siswanto, yang terjadi pada malam sebelum jenazah Arya ditemukan.
Baca Juga:
Dapat Abolisi, Tom Lembong Titip Pesan Serius ke Prabowo Subianto
Dalam obrolan tersebut, diketahui bahwa Meta meminta Siswanto memantau apakah Arya sudah pulang ke kosan atau belum, karena saat itu sang istri merasa gelisah setelah tak bisa menghubungi Arya sejak Senin malam (7/7/2025).
Siswanto mengaku kepada penyidik bahwa ia sempat bertemu Arya sekitar pukul 22.15 WIB dan menyapa saat Arya sedang makan malam di tengah hujan, dan Arya menjawab singkat.
Namun pernyataan itu bertentangan dengan rekaman CCTV rooftop Gedung Kemlu yang menunjukkan Arya baru turun dari lantai 12 setelah pukul 23.00 WIB.
Baca Juga:
Kematian ADP, Kriminolog UI: Polisi Tak Gegabah Nyatakan Bunuh Diri, tapi Arah Sudah Jelas
Ketua PBHI Julius Ibrani mempertanyakan kejanggalan tersebut karena secara logika tidak mungkin satu orang berada di dua lokasi berbeda secara bersamaan.
Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim pun menegaskan bahwa jika keterangan penjaga kos tidak sesuai dengan bukti CCTV, maka penyelidikan akan lebih mengedepankan fakta yang terekam jelas.
Menurut Yusuf, motif komunikasi antara Meta dengan Siswanto masih ditelusuri, termasuk apakah Meta meminta Siswanto hanya memantau keberadaan Arya atau menyampaikan bahwa istrinya mencoba menghubungi.
Ia menjelaskan bahwa kegelisahan Meta saat tidak bisa menghubungi Arya menjadi salah satu alasan ia meminta bantuan penjaga kos untuk memastikan kondisi suaminya.
Meski begitu, Yusuf menyatakan belum ada indikasi bahwa Meta meminta Siswanto untuk memanggil Arya secara langsung ke telepon.
Dugaan adanya konflik pribadi antara Arya dan Meta juga mencuat sebagai faktor yang memperumit penelusuran motif.
Yusuf menyebut bahwa aspek-aspek pribadi dalam hubungan mereka tidak diungkap sepenuhnya oleh penyelidik karena bersifat sangat privasi.
Sementara itu, pernyataan aparat kepolisian dalam konferensi pers 29 Juli 2025 juga memicu perhatian publik karena secara tidak langsung menyebut Arya sebagai "korban" alih-alih "almarhum".
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menilai penggunaan istilah tersebut bisa menjadi cerminan dari kebenaran yang tidak sengaja terucap.
Reza menyebut bahwa dalam ilmu psikologi, slip of tongue atau keseleo lidah bisa mengungkap isi bawah sadar yang sebenarnya lebih jujur.
Menurut Reza, sangat janggal bila polisi menyimpulkan bahwa tidak ada tindak pidana, namun masih menyebut Arya sebagai korban, karena secara logika berarti ada pelaku di balik peristiwa tersebut.
Ia menilai hal ini memberi celah bagi publik untuk terus berspekulasi dan mempertanyakan transparansi pengungkapan kasus.
Kecurigaan akan adanya hal yang ditutupi semakin menguat setelah muncul fakta bahwa Siswanto menggeser posisi kamera CCTV atas permintaan Meta agar arah kamera menghadap langsung ke depan kamar Arya.
Komisioner Kompolnas Choirul Anam menjelaskan bahwa permintaan itu dilakukan dari jarak jauh melalui komunikasi digital dan jejak percakapannya tersimpan dalam WhatsApp.
Jejak digital itulah yang kini dicocokkan dengan rekaman jam penggeseran CCTV guna memastikan konsistensi keterangan Siswanto.
Selain itu, misteri juga menyelimuti sosok pria bernama Dion yang diketahui menemani Arya dan seorang perempuan bernama Vara saat berbelanja di mal Grand Indonesia sehari sebelum Arya ditemukan meninggal.
CCTV menunjukkan Arya bersama Dion dan Vara memasuki toko H&M dan membeli pakaian dalam, dasi, serta kemeja untuk keperluan dinasnya ke Finlandia.
Setelah berbelanja, Arya sempat mengirim pesan WhatsApp yang salah alamat ke istrinya, yang sebenarnya ditujukan kepada orang lain yang diduga teman dekatnya, dan sejak saat itu komunikasi mereka terputus.
CCTV juga merekam Arya sendiri saat antre taksi Bluebird dan mengubah tujuan dari Bandara Soekarno-Hatta menjadi Gedung Kemlu.
Meski demikian, keberadaan Dion tidak dijelaskan lebih lanjut oleh pihak kepolisian hingga kini.
Sementara Vara diungkap sebagai rekan kerja Arya di Kemenlu, namun Dion masih menjadi teka-teki dan dicurigai sebagai salah satu saksi yang belum diperiksa.
Yusuf Warsyim menyatakan bahwa dari total 26 saksi yang tercatat, dua orang belum hadir dalam pemeriksaan dan salah satunya diduga adalah Dion.
Publik terus menanti kepastian hukum dan kejelasan fakta dari kasus yang sejak awal penuh tanda tanya ini.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]