WahanaNews.co, Jakarta - Praka Riswandi Manik, anggota Paspampres yang terlibat dalam pembunuhan Imam Masykur bersama Praka Heri Sandi dan Praka Jasmowir, menolak dijatuhi hukuman mati atas perbuatannya.
Penolakan ini diungkapkan oleh penasihat hukum Praka Riswandi, Kapten Chk Budiyanto, selama sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaan.
Baca Juga:
Lepas Jokowi Pulang ke Solo, Wanita 'Kebal Paspamres' Tak Kuasa Menahan Tangis
"Tidak terbukti para terdakwa telah melakukan tindak pidana 'barang siapa dengan sengaja dan rencana terlebih dulu merampas nyawa orang lain', seperti yang diatur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," ucap Budiyanto dalam sidang di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (4/12/2023).
Budiyanto menyatakan bahwa perbuatan kliennya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan, dan bukan sebagai pembunuhan berencana.
Hal ini karena Praka Riswandi tidak bermaksud menyebabkan kematian korban, sehingga unsur "kesengajaan" yang diperlukan dalam pasal pembunuhan berencana tidak terpenuhi.
Baca Juga:
Polres Bantul Terjunkan Lebih dari Seratus Personel Amankan Kunjungan Jokowi
"Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan, terdakwa terbukti tidak menghendaki maksud terjadinya hilangnya nyawa korban," tutur Budiyanto, mengutip Kompas.com.
"Dengan demikian, unsur dengan sengaja tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Sehingga, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," imbuh dia.
Selain itu, menurut Budiyanto, kliennya juga tidak terbukti melakukan "perencanaan terlebih dulu" dalam kasus ini.
Unsur "perencanaan terlebih dahulu", lanjut dia, terpenuhi jika Riswandi memiliki banyak waktu berpikir dengan tenang untuk menentukan waktu, tempat, cara, dan alat yang digunakan untuk merampas nyawa orang lain, dalam hal ini Imam.
Sementara itu, faktanya, Praka Riswandi dalam posisi mengemudi mobil yang digunakan para terdakwa saat menculik Imam.
"Posisi terdakwa selama perjalanan mengemudi mobil, tidak melakukan pemukulan. Namun, yang melakukan pemukulan terhadap korban adalah terdakwa dua (Heri) dan tiga (Jasmowir). Pemukulan terdakwa dua terhadap korban dilihat dari kaca spion atas oleh terdakwa satu," ujar Budiyanto.
Ia melanjutkan, para terdakwa memukul korban untuk memperoleh uang, bukan untuk menghilangkan nyawa.
Meski demikian, Budiyanto tidak menampik, Imam meninggal karena kekerasan benda tumpul, serta patah tulang pangkal lidah yang menyebabkan berhentinya pengaturan pernapasan.
"Namun, terdakwa satu juga melakukan penganiayaan ke wajah korban dengan tangan kosong, yang lebih dulu tidak ada perencanaan," tutur Budiyanto.
Praka Riswandi Manik melalui penasihat hukumnya juga menolak didakwa menculik korban, sebagaimana diatur dalam Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebelumnya, Imam Masykur kedapatan tewas usai diculik dari toko obatnya. Dia dianiaya di dalam mobil oleh para pelaku.
Jasad Imam kemudian ditemukan di sebuah sungai di Karawang, Jawa Barat.
Dalam sidang pembacaan tuntutan, ketiga anggota TNI tersebut dihadapkan pada tuntutan hukuman mati dan pemecatan dari dinas militer TNI AD oleh oditur militer.
Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir dianggap telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama, yang telah diatur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Selain itu, mereka juga dianggap bersalah melakukan penculikan sesuai dengan Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Setelah itu, para terdakwa mengajukan pleidoi, tetapi oditur militer tetap kukuh pada tuntutannya. Penasihat hukum mereka juga tetap mempertahankan pembelaan mereka.
Majelis hakim memutuskan untuk menangguhkan persidangan hingga pekan depan untuk musyawarah. Sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan pada 11 Desember 2023.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]