WahanaNews.co | Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai, tidak
tepat bila pemerintah tak bisa ikut campur dalam kisruh internal Partai
Demokrat.
Menurutnya, negara mesti tanggung
jawab dalam urusan demokrasi.
Baca Juga:
Tanggapi RUU TNI, Andi Arief Ingatkan Dulu Ada Jendral Aktif yang Tangani Bencana dan Covid
"Jadi, tidak
tepat bila dikatakan bahwa itu urusan internal Partai Demokrat, buat saya
negara harus menjalankan tanggung jawabnya untuk menjaga demokrasi,"
katanya, dalam diskusi Oligarki dan
Koalisi Partai Mayoritas Tunggal, Minggu (7/3/2021).
Menurutnya, Kongres Luar Biasa (KLB)
Partai Demokrat di Deli Serdang tidak bisa disamakan
dengan Muktamar Luar Biasa (MLB) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kemudian, berbeda dengan konflik
internal PDI pada 27 Juli 1996.
Baca Juga:
Ibas Soroti Plagiarisme dan Royalti: Penulis Indonesia Butuh Regulasi yang Adil
Bivitri mengatakan, KLB Demokrat
adalah orang luar yang membajak partai. Sehingga, KLB Demokrat sudah di luar
batas.
"Kalau dikatakan "ah sama aja ini
kaya dulu PKB, kayak Megawati 27 Juli juga dulu begini", beda. Ini orang luar tiba-tiba masuk, jadi secara konstitusional
sudah kelihatan juga kerangka berpikirmya yang sudah di luar batas,"
tuturnya.
"Ini malah (Moeldoko) menjadi
ketua partai ini justru bagian dari negara apalagi beliau adalah ketua dari Kantor Staf Presiden,
jadi ini benar-benar directly under the
president," tambah dia.
Maka dari itu, Bivitri menegaskan
bahwa tidak tepat apabila negara tidak mau ikut campur dalam persoalan
Demokrat.
Harusnya, ketika isu Demokrat mencuat
pemerintah harus mengambil sikap.
"Apa benar enggak usah ikut
campur urusan internal Partai Demokrat? Menurut saya, tidak begitu cara berpikirnya. Negara justru punya tanggung jawab untuk membuat demokrasi
berjalan di negara ini, ketika ada isu seperti kemarin harusnya sudah ada
langkah-langkah yang dilakukan," pungkasnya. [qnt]