WahanaNews.co | Langkah Partai Nasdem menuju Pemilu 2024 dinilai bertentangan dengan aksinya di pemerintahan.
Di satu sisi, partai pimpinan Surya Paloh itu mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres). Nasdem juga berencana berkoalisi dengan Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai dari kalangan oposisi.
Baca Juga:
Kades Kohod Siap Bayar Denda Rp48 Miliar, Anggota DPR Heran: Dari Mana Uangnya?
Namun, di sisi lain, Nasdem ingin tetap berada di barisan partai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga akhir.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno berpandangan, sikap Nasdem tersebut saling bertentangan.
"Sikap Nasdem itu adalah paradoks. Di satu sisi nggak mau pisah jalan dari Jokowi, tapi Nasdem usung jagoan dari oposisi," kata Adi, dikutip dari Kompas.com, Kamis (29/12/2022).
Baca Juga:
Koalisi Permanen Prabowo: Soliditas Kian Erat, NasDem Masih Pikir-pikir
Bagaimanapun, kata Adi, Anies datang dari kelompok oposisi. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bahkan kerap dicitrakan sebagai sosok antitesa Jokowi.
Sementara, sebagai presiden, Jokowi ingin penggantinya mampu meneruskan program dan kebijakan yang dia jalankan selama memimpin pemerintahan.
Misalnya, melanjutkan program pembangunan ibu kota negara (IKN), atau meneruskan pembangunan infrastruktur di berbagai penjuru Tanah Air.
Persoalannya, keinginan presiden itu tak akan terwujud jika Anies menjadi penggantinya di kursi RI-1.
"Ini nggak ketemu karena Jokowi pasti bicara tentang kontinuitas program. Bahwa siapa pun yang jadi presiden di 2024 adalah orang-orangnya Jokowi yang bisa memastikan semua legacy Jokowi itu dilanjutkan," ujar Adi.
Memang, Nasdem telah menyatakan bahwa jika Anies terpilih sebagai presiden, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu bakal melanjutkan program-program Jokowi.
Elite partai Nasdem juga berulang kali menunjukkan keengganan dibentur-benturkan dengan Jokowi atau pemerintahan.
Namun, pemerintah paham betul bahwa manuver Nasdem untuk Pemilu 2024 mengusung semangat koalisi perubahan.
"Publik tidak bisa menutup mata, poros koalisi perubahan itu konotasinya sesuatu yang berbeda dari Jokowi," kata Adi.
Bagi Nasdem, mendukung pencapresan Anies bukanlah dosa. Toh, Surya Paloh dan jajarannya berjanji memenuhi komitmen mereka untuk mendukung pemerintahan Jokowi hingga akhir 2024.
Namun, kata Adi, gelagat ketidaknyamanan Jokowi atas manuver Nasdem tak bisa ditutupi. Saat menghadiri acara hari ulang tahun (HUT) ke-58 Partai Golkar akhir Oktober lalu misalnya, Jokowi menyinggung soal jangan sembrono memilih capres.
Lalu, awal November kemarin presiden menyempatkan hadir di HUT Partai Perindo. Akan tetapi, beberapa hari setelahnya, kepala negara tak datang ke HUT Nasdem, bahkan tak memberi ucapan selamat sekalipun lewat video.
Tak lama setelah itu, viral video Jokowi tak membalas pelukan Surya Paloh saat keduanya hadir dalam acara puncak peringatan HUT ke-58 Partai Golkar, 21 Oktober 2022.
"Setelah Nasdem mengusung Anies sebagai capres, Jokowi jelas-jelas menunjukkan gestur yang kurang nyaman dan sindiran-sindiran keras juga sering disampaikan di berbagai kesempatan," ujar Adi.
Dengan situasi tersebut, menurut Adi, wajar jika isu reshuffle atau perombakan Kabinet Indonesia Maju baru-baru ini menyasar menteri-menteri Nasdem.
Perihal reshuffle sempat disinggung langsung oleh presiden. Sementara, PDI Perjuangan, partai penguasa yang menaungi Jokowi, bahkan terang-terangan menyatakan bahwa dua dari tiga menteri Nasdem harus dievaluasi.
Adi mengatakan, peluang Jokowi mencopot menteri-menteri Nasdem buntut pencapresan Anies terbuka lebar.
"Kalau bicara tentang loyalitas kinerja, saya kira tiga menteri Nasdem tidak ada cacat apa pun," kata Adi.
"Jadi bagi saya ini murni persoalan politik karena Nasdem usung Anies yang jelas-jelas selama ini adalah tokoh oposisi berseberangan dengan pemerintah," tuturnya.
Enggan pisah
Deklarasi pencapresan Anies diumumkan Nasdem pada awal Oktober lalu. Sejak saat itu, hubungan Nasdem dengan pemerintahan Jokowi disinyalir renggang.
Namun demikian, Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, menyatakan, partainya akan tetap mendukung pemerintahan Jokowi hingga akhir masa jabatan. Dia berharap deklarasi pencalonan presiden Anies tak memengaruhi hubungan partainya dengan pemerintah.
"Bukan karena kita mencalonkan Bung Anies Baswedan hubungan kita harus retak, hubungan kita harus berpisah, perasaan hati kita sebagai kader mengurangi rasa kedewasaan kita," kata Paloh di acara HUT Nasdem ke-11 di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (11/11/2022) lalu.
Paloh mengatakan, hingga hari ini partainya masih menganggap Jokowi sebagai presiden Partai Nasdem.
Dukungan terhadap pemerintahan terus ditunjukkan Nasdem lewat berbagai upaya yang sejalan dengan roda administrasi pemerintahan pimpinan Jokowi.
Bagi Paloh, Jokowi merupakan seorang sahabat. Dia ingin Nasdem menjadi sahabat sejati Jokowi yang setia dalam suka dan duka sampai akhir.
Paloh pun berharap Jokowi punya sikap yang sama. Pimpinan Partai Nasdem itu tak ingin presiden mendepak partainya dari barisan koalisi pendukung pemerintahan.
"Lain halnya kalau memang sungguh-sungguh sahabatnya Nasdem, Presiden Joko Widodo ini menyatakan 'selamat tinggal Nasdem, saya tidak butuh Anda', itu lain halnya. Kalau itu yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo, aaaahh. Itu bukan keinginan kita. Itu bukan harapan kita," kata Paloh.
"Dan itu adalah kemenangan bagi mereka yang memang tak menginginkan terjaganya stabilitas nasional untuk tetap melanjutkan upaya-upaya pembangunan yang sedang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo," lanjutnya.
Namun begitu, Paloh sadar bahwa perihal ini merupakan kewenangan presiden. Dia menyerahkan sepenuhnya nasib Nasdem di Koalisi Indonesia Maju ke tangan Jokowi.
"Tapi sekarang terserah, bola ini ada di tangan Presiden Jokowi," katanya.
Isu reshuffle
Adapun isu reshuffle terhadap menteri-menteri Nasdem mencuat baru-baru ini. PDI-P terang-terangan menyatakan, partainya meminta agar agar dua menteri asal Nasdem, yakni Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menhut) Siti Nurbaya Bakar, dievaluasi.
Menurut Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat, evaluasi diperlukan untuk memastikan para menteri bekerja baik menuntaskan janji-janji kampanye Presiden Jokowi.
"Mentan dievaluasi, Menhut dievaluasi, Menteri Kehutanan ya, harus dievaluasi, semua menteri juga harus dievaluasi. Supaya apa? Supaya ada satu darah baru yang segar, yang bisa mendukung penuh kebijakan Pak Jokowi," kata Djarot di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (23/12/2022).
Jokowi sebelumnya memang sempat mengisyaratkan terbukanya peluang perombakan kabinet.
Namun, merespons usulan PDI-P, mantan Wali Kota Solo tersebut tak bicara banyak. Dia hanya tersenyum menanggapi pertanyaan awak media.
"Clue-nya, ya udah" kata Jokowi sambil berjalan meninggalkan wartawan usai meresmikan pengembangan tahap 1 Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (26/12/2022). [eta]