WahanaNews.co, Jakarta - Advokat Viktor Santoso Tandiasa dan Andronikus Dianja selaku kuasa hukum dari guru honorer yang mengajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang ada di Jakarta mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Pasal 66 UU 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (26/8).
Viktor menjelaskan uji materi diajukan karena norma a quo akan menimbulkan pembersihan atau cleansing yang akan merugikan seluruh guru honorer se-Indonesia.
Baca Juga:
Bawaslu Barito Selatan Gelar Media Gathering untuk Sinergitas Pilkada 2024
Pasal 66 UU 20/2023 mengamanatkan keberadaan pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024. Penataan dimaksud dijelaskan pada bagian penjelasan Pasal 66 UU 20/2023 adalah termasuk verifikasi, validasi dan pengangkatan oleh lembaga yang berwenang.
Artinya, terang Viktor, seluruh pegawai non-ASN tidak serta merta akan diangkat menjadi pegawai ASN in casu PNS atau PPPK karena harus memenuhi verifikasi dan validasi.
"Apabila tidak memenuhi verifikasi dan validasi, maka pegawai non-ASN atau dengan nama lainnya tersebut tidak dapat diangkat menjadi pegawai ASN," ujar Viktor saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Selasa (27/8) melansir CNN Indonesia.
Baca Juga:
Bawaslu Telusuri Dugaan Pelanggaran Pemilu oleh ASN Pemkot Bengkulu
Viktor mengatakan setelah tahun 2024 terhadap seluruh pegawai non-ASN atau dengan nama lain termasuk pegawai dengan kontrak kerja individu (KKI) yang sudah ada sebelum UU 20/2023 diundangkan, apabila tidak memenuhi verifikasi dan validasi dalam proses penataan, maka akan dilakukan pembersihan.
Menurut dia, hal itu akan menjadi persoalan besar karena berdasarkan data Kemenpan-RB terdapat 2.355.092 tenaga honorer di mana 731.524 di antaranya guru honorer.
"Padahal, tidak semua pegawai non-ASN atau dengan nama lainnya tersebut yang tidak dapat memenuhi verifikasi dikarenakan ketidakmampuannya di lingkungan pekerjaannya, namun lebih ke soal teknis administrasi yang belum bisa dipenuhi karena mekanisme yang cenderung subjektif dari penyelenggara negara," ucap Viktor.