"Artinya, ketentuan norma a quo apabila diberlakukan pada Januari 2025 akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para guru honorer yang tidak masuk dalam kategori guru ASN atau guru PPPK," ungkap Viktor.
"Hal ini tentunya bertentangan dengan jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam Prinsip Negara Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," sambungnya.
Baca Juga:
Bawaslu Barito Selatan Gelar Media Gathering untuk Sinergitas Pilkada 2024
Selain tidak memberikan jaminan kepastian hukum yang adil, lanjut Viktor, ketentuan norma a quo juga menyebabkan beberapa warga negara kehilangan pekerjaan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai manusia secara alamiah.
Hal itu jelas bertentangan dengan jaminan untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja serta jaminan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945.
"Oleh karenanya, kami mendaftarkan ketentuan norma Pasal 66 UU 20/2023 ke Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 66 UU 20/2023 terhadap frasa 'Instansi Pemerintah' sepanjang tidak dimaknai: 'tidak termasuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah baik pada tingkat SD, SMP dan SMA' bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Viktor.
Baca Juga:
Bawaslu Telusuri Dugaan Pelanggaran Pemilu oleh ASN Pemkot Bengkulu
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.