"Mohon maaf, Pak SBY tidak bijak. Dalam catatan kualitas Pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab," tegasnya.
Bahkan, Hasto membandingkan era SBY dengan era Soeharto soal manipulasi daftar pemilih tetap atau DPT.
Baca Juga:
Politisi Senior Demokrat: Arus Bawah Partai Demokrat Bergejolak!
Pada era Soeharto, kata Hasto, tidak ada manipulasi DPT, sementara era SBY manipulasi DPT bersifat masif sebagaimana terjadi di Pacitan.
"Selain itu, Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati, yang seharusnya menjadi wasit dalam Pemilu, ternyata kemudian direkrut menjadi pengurus teras Partai Demokrat. Di luar itu, data-data hasil Pemilu kemudian dimusnahkan. Berbagai bentuk tim senyap dibentuk," tegasnya.
Hasto juga menyebutkan, SBY menggunakan dana hasil kenaikan harga BBM untuk kepentingan elektoral.
Baca Juga:
Prabowo Dikabarkan akan Bertemu dengan SBY dalam Waktu Dekat Ini, Bahas Apa?
Hal ini, kata Hasto, berdasarkan hasil penelitian, namun Hasto tidak menerangkan lebih jauh hasil penelitian tersebut.
"Selain itu, menurut penelitian, SBY menggunakan dana hasil kenaikan BBM untuk kepentingan elektoral. Pada saat bersamaan terjadi politisasi hukum terhadap lawan politik Pak SBY,” kata Hasto.
Sebelumnya, SBY menyatakan kesiapannya turun gunung karena adanya tanda-tanda kecurangan pada Pemilu 2024.