WahanaNews.co |
Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, penyidik
Stepanus Robin Pattuju (SRP) terbukti bersalah membantu pihak yang berperkara.
Atas ulahnya itu, Dewas menghukum Robin dengan
diberhentikan secara tidak hormat.
Baca Juga:
Komisi III DPR RI Rampungkan Uji Capim KPK, Siap Masuki Tahap Akhir
Dewas mengungkapkan hal-hal yang menjadi dasar
putusan tersebut dilaksanakan.
Di antaranya, untuk hal yang memberatkan,
Robin telah menikmati hasil dari membantu perkara dengan total Rp 1,6 miliar.
"Terperiksa telah menikmati hasil dari
perbuatannya berupa uang kurang lebih sejumlah Rp 1.697.500.000," ujar
anggota Dewas KPK, Albertina Ho, dalam persidangan di Gedung ACLC, Jakarta,
Senin (31/5/2021).
Baca Juga:
Revisi UU KPK Hingga Lift Khusus Pimpinan, Disorot Capim Asal Jaksa-Polisi
Hal yang memberatkan lainnya, yakni Robin
telah menyalahgunakan kepercayaan baik dari instansinya dahulu, yakni Polri dan
KPK, karena membantu pihak yang berperkara.
"Terperiksa telah menyalahgunakan
kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan instansi asal sebagai pegawai negeri
yang dipekerjakan KPK. Hal yang meringankan tidak ada," imbuhnya.
Diberitakan, Dewas KPK memberhentikan Penyidik
Stepanus Robin Pattuju (SRP) dengan tidak hormat pada hari ini, Senin
(31/5/2021).
Dewas menilai, Robin terbukti bersalah
melanggar kode etik sebagai pegawai KPK.
"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat
berupa diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai KPK," ujar Ketua
Dewas KPK, Tumpak Hatorangan, dalam persidangan di Gedung ACLC, Jakarta, Senin
(31/5/2021).
Tumpak menyatakan, Robin bersalah melakukan
pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa berhubungan langsung dan
tidak langsung dengan tersangka terpidana dan pihak lain yang berperkara yang
ditangani oleh KPK.
Dalam hal ini, perkara Tanjung Balai.
"Menyalahgunakan pengaruh selaku penyidik
untuk kepentingan pribadi dan menyalahgunakan tanda pengenal insan KPK
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf a, b, dan c Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun
2020 tentang Penindakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku," kata Tumpak.
Sebelumnya, dilaporkannya Stepanus ke Dewas,
karena Penyidik KPK itu diduga menggunakan jabatannya untuk membantu dengan
tidak menindaklanjuti penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung
Balai.
Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan
tiga orang sebagai tersangka, yakni penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju (SRP);
Wali Kota Tanjung Balai periode 2016-2021, M Syahrial (MS); dan seorang pengacara
bernama Maskur Husain (MH).
Sebelumnya, Ketua KPK, Firli Bahuri,
mengungkapkan, Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, menjadi aktor di balik
pertemuan antara oknum penyidik KPK bernama Stepanus Robin Pattuju (SRP) dengan
Walikota Tanjung Balai periode 2016-2021, M Syahrial (MS).
"Pada Oktober 2020, SRP melakukan
pertemuan dengan MS di rumah dinas AZ (Aziz Syamsudin), Wakil Ketua DPR RI, di
Jakarta Selatan," ujar Firli, dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta,
Kamis (22/4/2021).
Firli menjelaskan, dalam pertemuan tersebut,
Azis Syamsuddin memperkenalkan Stepanus dengan Syahrial, karena diduga Syahrial
memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota
Tanjung Balai yang sedang dilakukan KPK agar tidak naik ke tahap Penyidikan.
Menindaklanjuti pertemuan di rumah AZ,
kemudian SRP mengenalkan MH kepada MS untuk bisa membantu permasalahannya.
Stepanus, bersama Maskur, sepakat untuk
membuat komitmen dengan Syahrial terkait penyelidikan dugaan korupsi di
Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan
menyiapkan uang sebesar Rp 1,5 miliar. [qnt]