WahanaNews.co, Jakarta - Etika perilaku di dalam kekuasaan telah diatur, perilaku dari politisi dan orang yang terlibat dalam kekuasaan dari demokrasi turun menjadi bandit. Ketika tidak ada aturan yang kuat, akan ada bandit-bandit yang berkeliling.
Demikian disampaikan Prof. Didik J. Rachbini dalam diskusi secara daring bertajuk "Peluang dan Tantangan: Etika dan Politik Kenegaraan Indonesia" yang diselenggarakan LP3ES bekerjasama sama dengan Universitas Paramadina dan dimoderatori oleh Swary Utami Dewi, Selasa (16/1/2024).
Baca Juga:
LSI: Pasangan Ganjar-Mahfud Kalah karena Kehilangan Loyalitas Pemilih PDIP
Hadi Purnama Direktur Pusat Hukum, HAM dan Gender LP3ES melihat etika adalah dimana kita berperilaku dan tidak terlepas dimana kita hidup dengan sesama.
"Ketika kita melihat dalam konteks kekuasaan, etika sangat penting untuk di tekankan. Sehingga menyebabkan perilaku tersebut berubah karena didasari kekuasaan yang ada."
Hadi menekankan pentingnya hukum karena didasarkan pada etika. Ia mengutip pernyataan Prof Jimly yang menekankan bahwa etika sangat penting dalam kenegaraan kita. Bagaimana kekuasaan itu menghalalkan berbagai cara.
Baca Juga:
Hasil Survei LSI: Prabowo-Gibran Kontestan Pilpres 2024 Paling Jujur
Hamid Basyaib, Aktivis dan Mantan Jurnalis melihat suatu etika politik yang dicerminkan oleh Syahrir pada masanya saat menjadi perdana menteri merupakan hal yang sangat baik.
"Ketika beliau menabrak mobil warga yang sedang diam tidak bergerak, beliau tetap mengganti biaya kerusakannya dengan tidak menyebutkan siapa dirinya serta jabatan yang diemban olehnya." Ujarnya.
Jika dilihat dalam filsafat politik, Hamid Basyaib menilai bahwa semuanya bermula dari etika. Dimana etika itu tetap yang paling utama daripada hukum, induknya dalam berbagai hal tetap etika. Etika adalah sesuatu yang mengatur kehidupan bersama khususnya dalam perpolitikan.