Demikian halnya dengan rencana pemeriksaan pada 25 September. Lukas lagi-lagi mangkir dari pemeriksaan dan justru mengajukan permohonan untuk diperiksa di Singapura. KPK pun tak memberi izin karena pada saat bersamaan Lukas telah dicegah keluar negeri sampai Maret 2023.
"Sejak proses itu dimulai, penanganan situasi di Papua tidaklah mudah. Dan kerja-kerja KPK dituntut profesional dan memperhatikan hak asasi manusia," ucap Firli.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
"Tersangka, LE, adalah contoh bahwa tindakan pejabat publik yang ugal-ugalan mengatasnamakan apapun, bertindak tidak disiplin sebagai penyelenggara negara, tetaplah dia harus dibawa ke ranah hukum," imbuhnya.
Firli menambahkan, selama ini masyarakat selalu mengeluh tentang bagaimana anggaran dana otonomi khusus (otsus) yang begitu besar yang dikucurkan oleh pemerintah pusat, tetapi tidak memberikan efek kesejahteraan bagi masyarakat.
Padahal sejak menyandang status pada 2001 dan menerima dana sejak 2002, anggaran otsus yang digelontorkan untuk provinsi itu selalu meningkat. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua mencatat, awalnya dana yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp 1,38 triliun.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Namun pada tahun 2022, anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat untuk Bumi Cendrawasih mencapai Rp 5,7 triliun berdasarkan hasil penetapan Panitia Kerja Transfer ke Daerah dan Dana Desa DPR pada September 2021 lalu.
Menurut Firli, berbagai data statistik telah menunjukkan kepada publik, bagaimana dampak dari pesta pora yang dilakukan elite daerah menggunakan dana transfer pusat.
"KPK telah menghentikan pesta pora ini dilakukan oleh siapapun dan kapanpun," imbuh Firli. [rna]