WahanaNews.co | Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengingatkan polri agar profesional menangani kasus tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Sesuai komitmen Kapolri, kita berharap Polri berpegang teguh pada profesionalisme dengan menegaskan hukum tanpa pandang bulu, transparan dan berkeadilan," kata Khairul melalui keterangannya di Jakarta, Senin (18/7/2022) malam.
Baca Juga:
Ismail Bolong Jalani Pemeriksaan, Kuasa hukum: Soal Izin Tambang Batu Bara
Menurut Khairul, pengungkapan kasus tewasnya Brigadir J tidak perlu dilakukan secara tergesa-gesa, tetapi bukan berarti memperlambat.
Karena itu, menurutnya, penanganan kasus tersebut perlu dilakukan secara serius, cermat, dan penuh kehati-hatian.
Data-data yang disampaikan oleh pihak keluarga, kata dia, semestinya bisa menjadi informasi awal untuk mengembangkan penyelidikan.
Baca Juga:
Tulisan Sarang Pungli di Polres Luwu, Kapolri Perintahkan Pengusutan
Apabila ada ketidakpuasan dari pihak keluarga atas penyelidikan tersebut, maka bisa digunakan sebagai dasar untuk meminta penelitian forensik independen sebagai opini pembanding.
"Soal apakah Brigadir J dieksekusi, itu spekulatif. Tanpa bukti dan keterangan yang cukup, hal itu hanya sebatas praduga dan tak bisa menjadi kesimpulan," ujarnya.
Khairul berpendapat, kendala terbesar dalam penanganan perkara baku tembak yang menewaskan Brigadir J ada pada iktikad baik Polri.
Polri disebutnya perlu memahami bahwa yang dibutuhkan masyarakat saat ini bukan hanya ketepatan dan kecermatan, tapi juga kecepatan.
Jangan sampai ada anggapan bahwa Polri melakukan pengungkapan dan penanganan perkara karena adanya tekanan publik dan politik yang terus berulang.
“Untuk memperbaiki situasi agar prasangka tidak meluas, meningkatkan ketidakpercayaan publik dan memperburuk citra polri, maka perkembangan penyelidikan oleh timsus juga perlu diinformasikan secara berkala," ujarnya.
Khairul menambahkan langkah penonaktifan Irjen Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam Polri perlu diapresiasi, meskipun dinilai terlambat.
Menurutnya, perlu ada langkah selanjutnya agar keputusan itu tidak dianggap karena ada tekanan publik dan politik, melainkan juga sebagai sesuatu yang bersifat pro justicia dan berdasarkan profesionalisme.
Selanjutnya, kata dia, dilanjutkan dengan langkah di internal Polri, di antaranya dengan membebastugaskan sejumlah pejabat dan perwira Polri lainnya.
Hal itu untuk mendalami peran dan andil mereka dalam 'penundaan' pengungkapan peristiwa tewasnya Brigadir J, sehingga memicu spekulasi dan reaksi negatif yang mempengaruhi kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
"Misalnya sejumlah pejabat di jajaran Divisi Propam Polri hingga Kapolres Metro Jakarta Selatan," kata dia.
Bahkan, Khairul juga mendesak Polri memberikan klarifikasi terkait motif Kapolda Metro Jaya mengunjungi Irjen Ferdy Sambo yang pada saat kejadian belum jelas duduk perkaranya.
"Saya kira motif Kapolda Metro Jaya yang dipublikasikan mengunjungi Irjen Sambo, juga perlu diklarifikasi," ujar Khairul.
"Mengingat Irjen Sambo adalah salah satu pihak terkait dalam kasus tewasnya Brigadir J yang belum jelas duduk perkaranya dan telah menjadi atensi publik."
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menonaktifkan Irjen Pol Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Hal itu dilakukan demi transparansi dan akuntablitas penanganan kasus baku tembak antaranggota yang menewaskan Brigadir J.
Jabatan Kadiv Propam Polri dialihkan kepada Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono terhitung mulai Senin ini. [qnt]