WAHANANEWS.CO, Bandung – Mengantisipasi perkembangan teknologi yang terjadi untuk peningkatan perlindungan dalam era digital, Kementerian Hukum mengungkapkan revisi UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta yang tengah dibahas di DPR.
Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Razilu, mengatakan salah satu yang jadi fokus adalah kecerdasan buatan (Artificial Inteligence/AI) guna optimalisasi Kekayaan Intelektual untuk peningkatan daya saing bangsa.
Baca Juga:
Kemenkumham Yogyakarta Tingkatkan Pendaftaran Perlindungan Kekayaan Intelektual Desain Industri Demi Ekonomi
"Jadi AI, termasuk semua hal terkait perkembangan teknologi yang belum bisa diantisipasi oleh Undang-Undang nomor 28 tahun 2014, nanti kita akan atur dalam revisi undang-undang ini," kata Razilu selepas Studium Generale 'Optimalisasi Kekayaan Intelektual di Era Transformasi Digital dalam Mendukung Daya Saing Negeri' di Kampus Unpad Bandung, Senin (26/5/2025) melansir Antara.
Revisi Undang-Undang Hak Cipta yang masuk Prolegnas ini, lanjut dia, sudah masuk tahap dengar pendapat, di mana para pakar telah dipanggil untuk menyampaikan pandangannya soal revisi beleid ini dan dia memperkirakan dalam waktu tak lama lagi bisa rampung.
Perlunya regulasi, dia mengatakan dengan perkembangan teknologi saat ini, ada kemungkinan kekayaan intelektual yang didaftarkan merupakan hasil olah data AI, bahkan tanpa intervensi manusia.
Baca Juga:
Edukasi Pencegahan Pelanggaran Kekayaan Intelektual UMKM oleh Kanwil Kemenkumham Gorontalo
"Betul hampir seluruh negara sudah melibatkan AI. Dalam berbagai hal oke, tapi ketika memanfaatkan AI lalu mengajukan Hak Atas Kekayaan Intelektual tanpa intervensi manusia di dalamnya, artinya tiba-tiba dia masukkan promt lalu keluar suatu karya, kan sebetulnya tidak bisa karena AI itu memanfaatkan data yang ada dan di situ ada hak orang lain. Saat ini belum ada undang-undangnya, kita akan atur nanti dalam undang-undang," ucapnya.
Di sisi lain, dia menyampaikan optimalisasi kekayaan intelektual sangat penting karena hal tersebut adalah pondasi daya saing bangsa di era digital.
Namun diakuinya, permohonan Kekayaan Intelektual di Indonesia masih terbilang sedikit jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia, di mana pada 2024 saja ada 178.138 hak cipta yang terdaftar.
"Ini artinya terjadi peningkatan, tapi perlu dipahami bahwa jumlah masyarakat yang ada di sini sangat banyak. Artinya adalah perlu upaya bersama, bukan hanya DJKI saja, tetapi masyarakat, kemudian akademisi, media, itu perlu juga terlibat bersama sebagai kreator, protektor dan utilisaator Kekayaan Intelektual," kata dia.
Dengan optimalisasi kekayaan intelektual, kata dia, Indonesia akan siap melangkah menjadi bangsa yang inovatif dan kompetitif, karena kekayaan intelektual di era digital adalah sumber daya ekonomi berbasis kreativitas dan inovasi.
Kemudian, jika terdaftar, melindungi hasil karya dari pembajakan dan pemalsuan, yang efeknya mendorong pertumbuhan industri kreatif dan teknologi, serta menarik investasi dan juga memperkuat branding bangsa.
"Negara yang unggul dalam mengelola kekayaan intelektual adalah negara yang memimpin masa depan," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Alumni Notariat (Ikano) Unpad Dr Ranti Fauza Mayana, berpandangan kekayaan intelektual di era transformasi digital ini memberikan peranan yang amat sangat penting, khususnya bagi peningkatan pembangunan ekonomi nasional di suatu negara termasuk Indonesia dan memberikan suatu identitas bagi daya saing.
"Sehingga, amat diperlukan adanya perhargaan terhadap kekayaan intelektual, perlindungan terhadap kekayaan intelektual dan harus ada suatu literasi, edukasi baik itu masyarakat luas maupun pemangku kepentingan agar kekayaan intelektual dapat dioptimalisasikan dalam era ekonomi kreatif," ujarnya.
Peran kenotariatan dalam hal ini, tambah Ranti, cukup krusial, dimulai dari pembuatan akta peralihan kekayaan intelektual, penjaminan kekayaan intelektual, termasuk eksekusi jika terjadi wanprestasi.
"Sehingga sekarang notaris-notaris itu harus sudah aware, harus punya kepedulian, dan harus juga meningkatkan kemampuannya di bidang kekayaan intelektual, supaya betul-betul bisa menjadi elemen yang amat berfungsi dalam penjaminan kekayaan intelektual di era ekonomi kreatif dan transformasi digital," tutur Ranti yang menyebut pihaknya juga sudah memberikan masukan atas revisi UU Hak Cipta.
Diinformasikan, Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bertujuan untuk memperkuat perlindungan hak cipta di era digital, termasuk penegasan hak atribusi dalam platform berbagi konten dan mempertimbangkan tantangan baru yang muncul karena teknologi AI. Revisi ini juga bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pencipta karya musik dan mempertimbangkan hak royalti.
[Redaktur: Alpredo Gultom]