Akibatnya, masyarakat yang mengalami penipuan dan peretasan kesulitan untuk mengetahui tempat pengaduan dan pelaporan.
Ketidakberadaan kerja sama antara penyelenggara WhatsApp dan operator telekomunikasi juga disoroti, sehingga akun pengguna WhatsApp tidak terhubung dengan nomor telepon dan data kependudukan.
Baca Juga:
Menko Polhukam Pastikan Layanan PDNS 2 Kembali Normal Bulan Ini
Dampaknya, layanan WhatsApp tetap dapat digunakan meskipun nomor telepon yang terdaftar tidak aktif. Keadaan ini, yang memberikan anonimitas, membuat pelaku kejahatan merasa aman saat menggunakan WhatsApp.
Mahfud menyarankan agar OJK mengatur agar pelaku usaha perbankan dan perusahaan jasa keuangan menyampaikan informasi promosi, notifikasi, dan kode OTP melalui layanan selain WhatsApp, yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan mendukung lawful intercept seperti SMS.
Selain itu, Mahfud juga menekankan perlunya peningkatan kerja sama antara penyelenggara social messaging dan aparat penegak hukum untuk memudahkan penyidikan.
Baca Juga:
Satgas dan Menkominfo harus Didukung untuk Berantas Judi Online
"Utamanya karena SMS telah diatur dalam Undang-Undang dan mendukung lawful intercept. Kebijakan ini nantinya bisa dievaluasi lagi jika sudah ada regulasi yang mengatur kerja sama WA dan operator telekomunikasi," kata Mahfud.
Rekomendasi Menko Polhukam itu turut mendapat dukungan dari Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim. Secara spesifik, Rizal membandingkan WhatsApp dengan SMS yang operator telekomunikasinya jelas dan mengetahui identitas setiap penggunanya, bahkan nomor NIK.
"Masyarakat di sini juga perlu lebih berhati-hati, khususnya dalam menjaga password dan kode OTP. Untuk amannya, sebaiknya masyarakat memilih SMS daripada email maupun WhatsApp dalam penggunaan aplikasi yang berkaitan dengan autentikasi," ujar Rizal.