WahanaNews.co | Setelah Anies Baswedan dicalonkan sebagai bakal calon presiden, hubungan antara PDIP dan NasDem memanas. Hal ini berawal dari munculnya anggapan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta itu merupakan antitesa dari Presiden Joko Widodo.
Padahal faktanya, kedua partai itu sama-sama mengusung Jokowi dan merupakan pendukung di kabinet.
Baca Juga:
Megawati Akui Luka Hati Usai Pemilu 2024
Kondisi yang kurang kondusif ini 'dipanasi' lagi dengan penyataan Kepala Badiklatda PDI Perjuangan DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak. Dia meminta agar NasDem menunjukkan sikap politik yang jelas, antara keluar dari Kabinet Indonesia Maju atau menegur Anies Baswedan yang saat ini didukung jadi calon presiden.
Dia menyinggung keputusan NasDem memecat Zulfan Lindan karena menyebut Anies Baswedan sebagai antitesis Jokowi beberapa waktu lalu.
"NasDem mengambil sikap memecat yang bersangkutan walaupun sebagai salah satu deklarator berdirinya NasDem sebagai partai. Pernyataan NasDem adalah tetap mendukung dan mengawal pemerintahan saat ini hingga berakhir di 2024," katanya, melansir Merdeka.com, Jumat (3/6/2023).
Baca Juga:
Langkah Mengejutkan PDI-P: Adi Sutarwijono Dicopot dari Ketua DPC Surabaya
NasDem Dinilai Inkosisten
Namun saat Anies mengkritik pemerintah soal panjang jalan dengan data yang salah, Gilbert heran, NasDem hanya diam. Bahkan partai yang dipimpin Surya Paloh itu tidak mengeluarkan pernyataan mendukung pemerintah. Padahal NasDem ikut membangun apa yang saat ini ada.
Menurutnya, sikap inkonsisten NasDem itu sangat tidak etis. Gilbert menyarankan, NasDem sebaiknya menunjukkan sikap politik yang jelas.
"Lebih baik keluar dari kabinet, atau menegur Anies sebagai bukti masih mendukung/mengawal pemerintah saat ini. Anies sendiri bukanlah kader NasDem. Berada di kabinet tetapi sikapnya NasDem terlihat oposisi tidaklah dewasa secara politik," tegasnya.
NasDem Berang
Mengetahui itu, NasDem mengingatkan, Jokowi pertama kali diusung sebagai presiden atas inisiasi mereka. Jadi jangan seakan kesuksesan yang ditorehkan dua periode Jokowi hanya atas sumbangsih dari PDIP.
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menyebut, PDIP seperti kacang lupa pada kulitnya. Menurutnya, modalitas Jokowi pada periode pertama adalah dari NasDem.
"Apa yang bermuka dua? PDIP kacang lupa kulitnya, yang menjadi modalitas Jokowi di periode pertama (Jokowi-JK) periode kedua (Jokowi-Ma'ruf Amin) itu PDIP dan NasDem, NasDem dan PDIP," tegasnya di kantor DPP NasDem, Jakarta.
"Jokowi lahir dari gedung ini, Jokowi adalah anak dari NasDem, ibunya PDIP bapaknya NasDem," sambung Willy.
Dia mengungkapkan, mendukung pemerintahan Jokowi sampai habis masa periode adalah tugas konstitusional NasDem sejak awal. Willy meminta jangan ada adu domba. Karena Jokowi memulai dari NasDem.
"Ini tugas partai, tugas konstitusional partai, mencalonkan capres, Pak Jokowi sudah tidak calon lagi jangan dibolak balik akal sehat kita ini," tegasnya.
Menurutnya, NasDem akan patuh dengan Jokowi jika diusir dari pemerintahan. Namun, dia menganalogikan NasDem seperti seorang ayah untuk Jokowi.
"Kalau Presiden mengatakan NasDem Cao NasDem akan taat dan patuh bukan PDIP, Bertepuk tidak bisa sebelah tangan. Jangan saat gelak tertawa ibu-bapak kita, kita lupakan. Jangan kacang lupa pada kulit," tuturnya.
Willy pun meminta PDIP tidak memprovokasi karena perbedaan sikap politik. Dia menyinggung bahwa NasDem tak pernah mengganggu PDIP bila menolak Undang-Undang di DPR.
"Jadi PDIP bersikap dewasalah jangan provokasi seperti ini, ini provokasi recehan dan kami tidak pernah juga memprovokasi PDIP ketika menolak UU yang diusulkan pemerintahan Jokowi-Amin di DPR, gak bilang juga kenapa PDIP begitu, gak kekanak-kanakan. Kita mencoba berdiri sama tinggi duduk sama rendah," tutupnya.
Dinilai menjadi partai seperti kacang lupa pada kulitnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menanggapinya dengan santai. Menurutnya, hal tersebut tak masalah dilakukan dalam politik. Selama tujuannya demi kemakmuran dan keadilan rakyat.
“Kacang lupa kulitnya itu kalau spiritnya membangun reformasi, kemudian berjuang bagi kemakmuran dan keadilan rakyat, tapi dalam praktik politiknya justru terjadi penyimpangan-penyimpangan dari apa yg sudah dijanjikan,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, PDIP selalu terbuka dalam menjalankan koalisi. Termasuk dengan masukan atas kekurangan dari internal partai. Untuk itu, Hasto mengingatkan, lebih baik mengintrospeksi diri dahulu dibanding menyalahkan pihak lain.
“Maka PDIP ini berpolitik dengan merangkul, dengan bergotong royong, kalau ada kelemahan-kelemahan internal kami ini melihat ke dalam, memperbaiki ke dalam, bukan menyalahkan apalagi menyerang pihak lain. Itu etika politik yang dikedepankan oleh PDIP,” tutup Hasto. [eta]