WahanaNews.co, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan provisi Direktur Utama PT Taspen nonaktif Antonius NS Kosasih yang memohon penundaan penyidikan KPK terhadap dirinya terkait perkara dugaan korupsi modus investasi fiktif di PT Taspen (Persero) pada tahun anggaran 2019.
"Menolak permohonan provisi pemohon, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo dalam sidang pengucapan Putusan Perkara Nomor 114/PUU-XXII/2024 di Jakarta, Rabu (16/10) melansir ANTARA.
Baca Juga:
Kasus Pembunuhan Gadis Penjual Gorengan, Polisi Tetapkan Tersangka Baru
Dalam permohonan provisinya, Antonius Kosasih meminta terkait uji materi UU Tipikor yang dimohonkannya, dia meminta MK memerintahkan KPK menunda penyidikan terhadap dirinya.
Selain itu, Antonius Kosasih juga mengajukan permohonan untuk menguji norma Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Hal ini mengingat dia merasa ada ketidakjelasan unsur-unsur yang merupakan perbuatan pidana, perdata, atau administrasi.
Terkait dengan permohonan tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan akan memutus permohonan provisi bersamaan dengan putusan pengujian norma Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga:
Kasus Perundungan di PPDS Undip Semarang, Polisi Periksa 34 Saksi
"Permohonan provisi akan diputus dengan putusan akhir dan terhadap norma undang-undang yang dimohonkan pengujian agar segera mendapatkan kepastian hukum," ucap hakim konstitusi Enny Nurbaningsih.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah memuat unsur-unsur, yaitu "setiap orang"; "memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi"; "melawan hukum"; serta "merugikan keuangan negara atau perekonomian negara".
Lebih lanjut, Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga memuat unsur-unsur, seperti "setiap orang"; "dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi"; "menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena adanya jabatan atau kedudukan"; dan "merugikan keuangan negara atau perekonomian negara".