WahanaNews.co | Dalam pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Joko Widodo mengaku telah membicarakan soal perdamaian dan kemanusiaan terkait perang antara Rusia dan Ukraina.
Jokowi juga mengaku menyampaikan pesan dari Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang telah dikunjunginya lebih dulu.
Baca Juga:
Presiden Rusia Ucapkan Selamat kepada Prabowo-Gibran di Pemilu 2024
Namun dalam pidatonya, Putin tak membahas sama sekali dorongan damai tersebut. Putin lebih banyak bicara mengenai hubungan bilateral Indonesia-Rusia dan pasokan pangan global.
Sementara itu, penutupan Selat Bosphorus oleh Turki juga menghambat operasional kapal perang Rusia di tengah invasi mereka ke Ukraina.
Hasil pertemuan tersebut, kini menjadi sorotan pengamat terkait Putin yang tak menggubris secara gamblang dorongan Presiden Joko Widodo untuk berdamai dengan Ukraina ketika keduanya bertemu di Moskow, Rusia.
Baca Juga:
Presiden Ukraina Katakan Rusia Hantam Supermarket dan Tewaskan 48 Orang
"Jelas dia punya kepentingan strategis untuk tidak menjawab. Kepentingan strategis karena dia terjepit di Laut Baltik dan terjepit di Bosphorus dan Dardanella," kata Suzie kemarin.
Suzie mengatakan dengan kondisi tersebut, sudah jelas bahwa Putin akan semakin defensif. Putin jelas tak ingin "kalah" dari ancaman negara-negara Barat.
"Sehingga dia tidak akan menguraikan apakah dia akan mundur dari peperangan ini atau tidak. Karena itu tergantung apakah dalam keterjepitan negara kontinental tersebut dia akan menyerang NATO atau tidak. Dan sebaliknya NATO akan membalas atau tidak," tutur Suzie.
Suzie juga memandang langkah Rusia menarik pasukannya dari Pulau Ular merupakan cara untuk membenarkan langkah negaranya merebut kawasan tersebut.
Saat mengumumkan penarikan pasukan itu, Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa keputusan itu diambil sebagai simbol iktikad baik agar Ukraina bisa mengekspor produk agrikultur.
Mereka menegaskan bahwa penarikan tersebut membuktikan bahwa Rusia tidak menghalangi upaya PBB membangun koridor kemanusiaan.
Keputusan itu diambil Rusia tepat setelah Ukraina menggempur pasukan Moskow di pulau yang terletak di Laut Hitam itu.
Selama ini, Pulau Ular menjadi sorotan karena menjadi salah satu jalur lalu lintas pangan. Ukraina menuding pasukan Rusia kerap mencuri pasokan gandum di Pulau Ular, yang memicu krisis pangan.
"Dia melakukan pengunduran diri dari Snake Island itu karena dia pikir, kalau dia menyatakan tidak lagi memblokade pangan, dia tidak usah mundur dari wilayah yang direbutnya itu," ujar Suzie.
"Yang harus dilakukan sekarang oleh kekuatan Barat dan swasta adalah membersihkan ranjau-ranjau di lautan itu dan meyakinkan kapal-kapal bahwa mereka aman untuk tidak ditembak oleh kapal Rusia," tambahnya. [rsy]