WahanaNews.co, Jakarta - Munculnya isu terkait usulan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) oleh Petisi 100 mendapatkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk tokoh-tokoh seperti Jimly Asshiddiqie dan Yusril Ihza Mahendra.
Menko Polhukam Mahfud MD awalnya menerima kunjungan 22 tokoh dari Petisi 100 di kantornya, di mana mereka menyampaikan usulan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi dan mendukung pemilu tanpa kehadiran beliau.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Sulit Dimakzulkan, Pengamat Ungkap Alasannya
"Mereka meminta pemakzulan Pak Jokowi, menginginkan pemilu tanpa kehadiran Pak Jokowi," ujar Mahfud MD, melansir detikcom, Senin (15/1/2024).
Mahfud menegaskan bahwa terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pemakzulan presiden tersebut.
"Silakan saja jika ada yang melakukan hal itu, namun berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD), pemakzulan presiden memiliki lima syarat. Pertama, presiden terlibat dalam korupsi, terlibat dalam penyuapan, melakukan penganiayaan berat, atau terlibat dalam kejahatan berat, seperti pembunuhan atau kejahatan serius lainnya," jelas Mahfud.
Baca Juga:
Soroti Pemakzulan Presiden, Hinca Panjaitan: Lebih Baik Bersabar Tunggu Pemilu 2024
"Lalu yang keempat melanggar ideologi negara. Nah yang kelima, melanggar kepantasan, melanggar etika gitu," lanjutnya.
Mahfud mengatakan tidak mudah untuk melakukan pemakzulan terhadap presiden. Sebab, kata dia, harus melalui proses yang panjang.
"Nah ini semua tidak mudah, karena dia harus disampaikan ke DPR. DPR yang menuduh itu, mendakwa, melakukan impeach, impeach itu namanya pendakwaan, itu harus dilakukan minimal sepertiga anggota DPR dari 575, sepertiga berapa. Dari sepertiga ini harus dua pertiga hadir dalam sidang. Dari dua pertiga yang hadir harus dua pertiga setuju untuk pemakzulan," ucap Mahfud.
Mahfud menyampaikan apabila proses di DPR itu telah selesai barulah putusannya dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk disidangkan. Menurut Mahfud, prosesnya akan memakan waktu yang lama.
"Kalau DPR setuju nanti dikirim ke MK. Apakah putusan DPR ini benar bahwa presiden sudah melanggar, nanti di MK sidang lagi, lama," ujarnya.
Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie melalui akun X resminya, @JimlyAs, mengaku bingung dengan ide pemakzulan Jokowi yang muncul jelang Pemilu.
"Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah," tulis Jimly. Jimly telah mengizinkan cuitannya dikutip.
Menurutnya, waktu satu bulan tidak cukup untuk mengumpulkan sikap resmi DPR dan MPR. Oleh sebab itu, Jimly meminta agar seluruh pihak fokus saja dalam mensukseskan Pemilu 2024.
"1 bulan ini, mana mungkin dicapai sikap resmi 2/3 anggota DPR dan dapat dukungan 2/3 anggota MPR setelah dari MK. Mari fokus saja sukseskan pemilu," kata Jimly.
Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengomentari Jimly Asshiddiqie yang menyebut gerakan pemakzulan belakangan ini karena ada yang takut kalah. TPN Ganjar-Mahfud mempertanyakan hubungan pemakzulan dengan kontestasi pilpres.
"Urusannya apa hubungannya dengan takut kalah? Orang menyampaikan pendapat kan biasa, terus ditanggapi oleh Pak Mahfud, terus diberikan pemahaman bahwa urusan pemakzulan itu urusan parlemen, bukan urusan Menko Polhukam," kata Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Achmad Baidowi atau Awiek, mengutip detikcom, Senin (15/1/2024).
Awiek menyayangkan pernyataan Jimly. Dia menilai Jimly sepert tidak tahu kedudukan dan posisi terkait pemakzulan tersebut.
"Sebagai seorang negarawan harusnya juga Pak Jimly tahu memahami kedudukan dan posisinya. tidak lantas dikaitkan dengan kontestasi pemilu," ucapnya.
Awiek pun menegaskan ide pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu merupakan ranah yang berbeda dengan kontestasi pemilu. Dia pun mempertanyakan kenegarawanan Jimly.
"Itu ranah yang berbeda, kalau takut kalah itu kan kontestasi pemilu, tapi kalau soal ada usulan, ada wacana pemakzulan itu kan pendapat, tapi kan harus melalui prosedur yang panjang dan tidak serta merta pemakzulan itu selesai dengan pendapat," ujar dia.
"Ada prosedurnya, jadi sebaiknya kenegarawanan Pak Jimly tidak dipertaruhkan, jadi kenegarawanan Pak Jimly itu sangat disayangkan kalau dangkal begitu pola pemahamannya," imbuhnya.
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai gerakan tersebut inkonstitusional karena tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B UUD 1945.
Yusril mengatakan mustahil proses pemakzulan dapat dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab proses pemakzulan itu panjang dan memakan waktu.
"Prosesnya harus dimulai dari DPR yang mengeluarkan pernyataan pendapat bahwa Presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 45, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden. Tanpa uraian yang jelas aspek mana dari Pasal 7B UUD 45 yang dilanggar presiden, maka langkah pemakzulan adalah langkah," katanya.
Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran menyatakan perkiraannya bahwa proses pemakzulan presiden dapat memakan waktu enam bulan setelah Pemilu 2024 berlangsung.
Dengan kata lain, proses ini akan dimulai setelah tanggal 20 Oktober 2024.
Ia memberikan peringatan bahwa pemakzulan tersebut berpotensi membawa pemerintahan ke keadaan kacau karena kekosongan kekuasaan.
"Kegaduhan politik yang mungkin timbul akibat rencana pemakzulan ini sudah sulit ditahan. Bahkan, bisa menyebabkan kegagalan pelaksanaan pemilu jika upaya pemakzulan dimulai sejak sekarang. Dampaknya, pada tanggal 20 Oktober 2024 ketika masa jabatan Presiden Jokowi berakhir, belum ada presiden terpilih yang baru. Negara ini akan terjerumus ke dalam keadaan kacau karena kekosongan kekuasaan," ungkapnya.
Yusril juga mengungkapkan keheranannya mengenai aspirasi terkait pemakzulan yang disampaikan kepada Mahfud, yang merupakan Menko Polhukam dan calon Wakil Presiden dalam Pilpres 2024, bukannya kepada DPR.
"Saya heran mengapa tokoh-tokoh yang ingin memakzulkan Presiden ini mengunjungi Menko Polhukam, yang juga calon Wakil Presiden pada Pilpres 2024. Seharusnya, mereka mendatangi fraksi-fraksi di DPR untuk mencari dukungan jika ada yang berminat untuk melanjutkan keinginan mereka terhadap pemakzulan. Mahfud sendiri menekankan bahwa proses pemakzulan bukanlah wewenang Menko Polhukam," tambahnya.
Bendum DPP Partai NasDem Ahmad Sahroni sependapat dengan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie yang menyebut gerakan pemakzulan belakangan ini karena ada yang takut kalah.
Sahroni menyebut isu pemakzulan itu memang sengaja digiring untuk untungkan salah satu paslon.
"Saya cukup sepakat dengan Prof Jimly, jangan-jangan isu pemakzulan ini dihembuskan untuk pengalihan isu atau menggiring persepsi ke arah tertentu demi keuntungan salah satu paslon," kata Sahroni saat dihubungi, Minggu (14/1/2024).
Caleg DPR dari dapil 3 DKI Jakarta ini beralasan isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sulit, bahkan mustahil untuk dilakukan. Menurutnya, pemerintahan Jokowi juga hanya tersisa 1 tahun.
"Karena pada praktiknya pemakzulan ini sangat sulit dan panjang prosesnya, yang saya bilang sih hampir mustahil dilakukan, apalagi pemerintahan hanya tersisa kurang dari setahun," ucapnya.
Atas dasar itulah, Wakil Ketua Komisi III DPR ini menilai Pilpres 2024 jadi terkesan lebih kompetitif. Dia menyinggung isu setinggi pemakzulan pun bisa muncul ke publik.
"Saya melihat, cdibanding yang saya bayangkan sebelumnya, sampai isu-isu setinggi ini bisa dihembuskan," katanya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]