WahanaNews.co | DPR akan melakukan sidang paripurna untuk mengesahkan Komjen Pol
Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Polri untuk menggantikan
Jenderal Idham Azis.
Anggota Komisi III DPR, Aboebakar Alhabsyi, mengatakan, ada empat pekerjaan rumah
yang menunggu Listyo saat menjabat Kepala Polri.
Baca Juga:
Cikampek dan Tol Dalam Kota Lancar, Imbas Puncak Arus Mudik Sudah Lewat
"Pertama, melanjutkan reformasi di
Kepolisian, untuk lebih meningkatkan performa institusi Polri dalam menjalankan
tugasnya, secara khusus reformasi ini perlu menguatkan independensi Polri," kata Aboebakar, Kamis (21/1/2021).
Menurutnya, reformasi internal Polri itu untuk
menjawab persoalan yang disampaikan penyidik KPK, Novel
Baswedan, yang menyatakan bahwa "Banyak faksi di Polri yang sarat
kepentingan dan saling menyandera, sehingga pimpinan Polri tidak berani
mereformasi Polri menjadi institusi yang dipercaya."
"Artinya, ada dua hal yang saling
terkait, yaitu independensi dan soliditas. Sepanjang institusi bekerja tegak
lurus menjalankan tugas secara independen, maka soliditas korps akan bisa
terjaga dengan baik. Sebaliknya jika ada yang "tengak-tengok", maka masing-masing
personel akan bekerja untuk kepentingan pribadi atau kelompok sehingga tidak
ada lagi soliditas di korps Polri," ujarnya.
Baca Juga:
Puncak Arus Mudik Tahun Ini Lebih Cepat, Kapolri Berpesan Jika Lelah Istirahat
PR kedua, menurut politikus PKS itu,
mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri, mengingat pada tahun lalu
banyak sekali kejadian yang membuat publik seolah tak percaya.
Dia menyebut contoh skandal penerbitan
surat bebas Covid-19 untuk buronan Djoko Tjandra yang
ternyata diterbitkan oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri.
Begitu pula dengan surat izin
bepergian untuk Djoko Tjandra yang diterbitkan oleh Biro Koordinasi dan
Pengawasan PPNS Polri.
PR ketiga, membuktikan bahwa Polri
memiliki hubungan hangat dengan seluruh komponen bangsa.
Aboebakar menyinggung itu karena,
menurutnya, akhir-akhir ini sebagian pihak menilai Polri kurang dekat dengan
umat, bahkan sebagian lagi menilai Polri kerap tajam terhadap umat.
"Jika kita lihat selama ini umat Islam
cukup dewasa menghadapi perbedaan keyakinan. Terbukti umat Islam tidak menyoal
latar belakang agama dari Kapolri terpilih. Tentu ini menunjukkan kualitas
kedewasaan sikap dalam pluralisme bangsa ini. Artinya, selama ini
kelompok-kelompok Islam sebenarnya tidak pernah meributkan faktor keagamanan
seseorang, dan mereka sangat menghormati perbedaan keyakinan dalam kerangka
bhinneka tunggal ika," katanya.
PR keempat, Kepala
Polri perlu menjamin tugas Polri dilaksanakan secara profesional dengan
menggunakan pendekatan yang humanis.
Sebagai catatan saja, KontraS
menyatakan Polri diduga terlibat dalam 921 kekerasan dan pelanggaran HAM sepanjang
Juli 2019 sampai Juni 2020.
Sebanyak 1.627 orang luka dan 304
orang tewas.
Kejadian lain yang menjadi perhatian
publik adanya extra judicial killing
di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek pada Desember 2020.
Insiden itu, katanya, membuat DPR
ditanyai oleh masyarakat. Misalnya, mengapa Polri begitu represif terhadap penanganan demonstrasi;
kenapa kasus pelanggaran protokol kesehatan sampai memerlukan pengintaian dan
menyebabkan enam orang anggota laskar FPI tewas.
"Kami sendiri pun selama
ini mengalami kesulitan untuk memberikan berbagai penjelasan kepada masyarakat.
Oleh karenanya, untuk selanjutnya, pendekatan yang profesional dan humanis oleh
Polri perlu lebih dikedepankan, sehingga Polri melindungi dan mengayomi akan
makin dirasakan masyarakat," katanya. [dhn]