WahanaNews.co | Politisi PDIP, Rahmad Handoyo, mengingatkan sejumlah elemen masyarakat yang hendak melakukan demontrasi agar tidak mengatasnamakan seluruh rakyat Indonesia dan mengangkat isu pemakzulan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
“Betul, kebebasan berkumpul berserikat dijamin oleh konsitusi UUD RI 1945 memberikan payung itu, ya kita hormati itu terhadap ketidaksetujuan, terhadap perbedaan, terhadap langkah-langkah suara dalam bentuk demonstrasi hal-hal yang wajar dan biasa,” kata Rahmad kepada wartawan, Kamis (12/5/2022).
Baca Juga:
RI Masih Dihantui Guncangan Ekonomi, PDIP: Belum Tepat Umumkan Capres
Namun demikian, kata dia, ketika ada upaya sekelompok orang mengatasnamakan rakyat untuk meminta Presiden Jokowi mundur, jangan mencatut seluruh rakyat Indonesia.
"Ya tidak bisa dong sekelompok orang mengatasnamakan rakyat. Rakyat yang mana?" ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR RI tersebut menjelaskan upaya atau pemberhentian Presiden sudah diatur dalam konstitusi, yakni di UUD 1945 Pasal 7 A.
Baca Juga:
Saleh Siknun Temui Mahasiswa Fakfak di Asrama Tondano Sulut
“Jika kalau tidak menggunakan cara konstitusi, itu adalah mewakili siapa? Untuk itu, kita berharap untuk berpikir sejuk, berpikir dingin dan berpikir bijak,” jelas dia.
Menurut dia, jika nanti ada kekecewaan atau ada suara-suara, silakan disampaikan pendapat.
Akan tetapi, dia mengingatkan konstitusi mengatur bagaimana pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden melalui tata cara dan prasyarat-prasyarat yang sudah diatur dalam konstitusi melalui parlemen lewat MPR, termasuk sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Nah, ini semua warga negara harus taat dan tunduk, wajib hukumnya untuk taat terhadap konstitusi. Jadi, saya memohon jangan menamakan rakyat untuk mundur,” ucapnya.
Dia sendiri menghormati perbedaan, kebebasan berserikat, dan kebebasan menyampaikan pendapat dalam bentuk demo itu hal yang wajar dan lumrah.
“Semua ada mekanismenya, jadi jangan serta merta, jangan di luar konstitusi meminta mundur pemerintah negara di luar konstitusi, itu tidak dibenarkan. Kita sudah di jalan yang benar untuk keluar dari krisis kemanusiaan yang berdampak pada ekonomi sedikit mempengaruhi kehidupan ini yang menjadi fokus kita bersama,” ujarnya.
Sebelumnya, massa demonstran saat melakukan aksi unjuk rasa bulan Ramadhan 1443 Hijriah kemarin, sempat terbentang spanduk yang mendesak “Jokowi Mundur” dari jabatan Presiden Republik Indonesia.
Selain itu, spanduk tersebut juga bertuliskan “Mosi tidak percaya terhadap DPR dan Pemerintah Jokowi-Ma'ruf”.
Akhirnya, terjadi bentrokan saat demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
Rencananya, sejumlah elemen masyarakat dari buruh seperti Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) akan kembali gelar demo besar pada 21 Mei 2022, bertepatan dengan momentum reformasi.
Aksi itu puncak dari rangkaian gelombang unjuk rasa di berbagai daerah.
"Pada 21 Mei, bertepatan momentum reformasi. Siapkan kekuatan kita, sosialisasikan ke kampus-kampus, ke pabrik-pabrik, ke kampung-kampung bahwa rakyat akan terus berjuang, rakyat akan terus bergerak," kata Sekretaris Jenderal KASBI pada Kamis (21/4/2022).
Massa aksi dari Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) dan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menilai, Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin telah gagal mensejahterakan rakyat.
Untuk itu, pemerintah dan DPR harus mendengarkan aspirasi masyarakat. [gun]