WAHANANEWS.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia mendesak agar institusi seperti Polri dan TNI berhenti menggunakan istilah “oknum” ketika ada anggota mereka yang terlibat dalam kasus pidana atau pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Polri dan TNI harus menghapus penggunaan istilah ‘oknum’ dalam menyikapi keterlibatan anggota mereka dalam kasus pidana atau pelanggaran HAM,” ujar Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Selasa (7/1/2024).
Baca Juga:
Kasus Pemerasan di DWP: Polri Pecat 3 Anggota, Uang Sitaan Rp2,5 Miliar Akan Dikembalikan
Menurut Usman, penggunaan istilah tersebut sering kali digunakan sebagai upaya institusi untuk menghindari tanggung jawab ketika anggotanya melanggar standar operasional prosedur (SOP).
Pernyataan ini disampaikan Usman setelah kasus penembakan yang melibatkan dua anggota TNI AL, yang menewaskan dua warga sipil di rest area Tol Tangerang-Merak pada Kamis (2/1/2025).
Ia menegaskan bahwa institusi seperti TNI dan Polri bertanggung jawab atas tindakan anggotanya, terlebih jika menggunakan senjata api untuk melakukan tindak pidana.
Baca Juga:
Hari Ini Propam Polri Gelar Sidang Etik Lanjutan Pelaku Diduga Terlibat Pemerasan DWP
Selain itu, Amnesty juga menilai Polri lalai dalam mencegah tragedi tersebut.
“Kelalaian aparat yang menyebabkan kematian warga sipil harus diproses secara pidana, tidak cukup hanya di ranah etik,” tegasnya.
Amnesty mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mereformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997.